Thursday, December 10, 2009

DILEMA

Minggu yang mendung. Mungkin semendung hatiku saat ini. Sisa-sisa isakku semalam masih membekas diantara suara sengauku. Gundah gulana memporak-porandakan perasaanku. Kebingungan masih menderaku. Tak tahu arah tujuan. Ya Tuhan, inikah cobaan yang harus aku hadapi ? Mampukah aku melewati semua ini, atau bolehkah aku berbelok arah untuk menghindari semuanya ini ? 
Semalam, sepanjang perjalananku menuju kota Udang, air mataku terus berderai menganak sungai. Isakku tertahan mencoba untuk menghindari tatapan heran dari para penumpang travel yang aku tumpangi. Aku tak ingin ada pertanyaan ‘kenapa atau ada apa’ dari mereka. Karena aku sendiri tak yakin bisa menjawab semua pertanyaan itu. Aku hanya ingin sedikit melepaskan bebanku dengan tangis. Hal yang selama ini jarang aku lakukan. Apalagi kulakukan di tempat umum seperti tadi malam.
Perpisahan, penyebab dari kesedihanku adalah perpisahanku dengan Bagas, anakku yang sangat aku cintai. Sebenarnya aku tak sanggup untuk melakukan perpisahan ini. Tapi keadaanlah yang memaksaku untuk melakukan semuanya . Kuputuskan untuk menitipkan Bagas di kota Gudeg dengan Eyang Kakung dan Eyang Putri-nya, yang adalah Bapak dan Ibu mertuaku.
Sebuah keputusan besar, mengingat selama ini aku selalu berada di samping Bagas, dari mulai melahirkan sampai hampir genap dua tahun usianya. Aku teringat saat-saat menyusuinya, melihat perkembangannya dari hari kehari yang semakin menggemaskan dan membahagiakan. Melihat Bagas mulai merangkak, memanggil ‘mama’ untuk pertama kalinya, belajar berjalan, berlari, sampai belajar ngomong dan menyanyi walaupun belum begitu jelas. Aku tak pernah ketinggalan semua momen penting itu. Aku selalu menjadi orang pertama yang mengetahuinya. Aku tahu betul apa saja kesukaan Bagas. Dan aku telah hafal apa yang bisa membuatnya menangis dan tertawa.
Tapi sekarang ? Aku didera kesepian tanpa kehadiran Bagas. Tak ada yang menyambutku saat aku pulang kerja, yang tertawa gembira saat aku membawakannya oleh-oleh. Perjalanan waktu mampu melewatkan momen-momen indahku bersamanya. Aku bukan lagi orang pertama yang bisa melihat Bagas melompat-lompat, atau saat Bagas berceloteh lucu yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Aku ini ibunya, tapi kenapa aku rela Bagas bertumbuh dengan eyangnya ?
“Jadi Ibu mau ke Kalimantan ?,” tanyaku minggu lalu pada Ibuku yang selama ini mengasuh Bagas. 
Sebenarnya kasihan juga ibuku yang sudah beranjak senja masih harus mengasuh Bagas cucunya. Tapi dengan pertimbangan bahwa Bapakku sudah tiada dan supaya Ibu bisa dekat denganku dan cucunya, maka Ibu bersedia tinggal di rumahku, dengan suamiku pula. Ibu sangat rajin, pagi-pagi sudah bangun, memasak, dan gemar menanam tanaman hias. Hampir semua tanaman yang dipegang oleh tangan dingin Ibu selalu tumbuh subur. Pekaranganku jadi semarak dengan beraneka bunga, anggrek dan kaktus. Seringkali Bagas ikut-ikutan menanam dan menyiram tanaman Ibu. Lucu sekali. Bagas sangat dekat dengan Ibu.
Aku tidak mempunyai pembantu dan tidak berniat mengambil seorang pembantu. Selama ini aku bisa mengerjakan segala pekerjaan tanpa bantuan seorang pembantu. Bahkan jika aku tidak bekerja, ingin sepenuhnya kuabdikan diriku untuk mengasuh anakku sendiri. Di sisi lain, aku belum bisa sepenuhnya percaya kepada seorang pembantu dan dari segi finansial, gajiku dan gaji suamiku yang pas-pasan belum mampu untuk membayar gaji seorang pembantu. Masih banyak kebutuhan hidup yang harus dipenuhi termasuk kebutuhan Bagas yang tidak sedikit.
Maka ketika kakakku mengutarakan niatnya untuk mengajak Ibu turut serta ke Kalimantan, hatiku sontak terkejut. Kekhawatiranku hanya satu : Bagas bagaimana ? Sedangkan aku tidak punya hak untuk melarang Ibu. Tidak sepatutnya aku memasung kebebasan Ibu. Ibu masih punya anak-anak lain yang ingin dikunjunginya, masih punya cucu-cucu lain yang harus ditengoknya. Sangat egois sekali jika aku hanya memikirkan keluargaku sendiri. Apalagi Mas Pinur kakakku mengatakan bahwa dia ingin menyenangkan Ibu. Akan diajaknya Ibu berkeliling kota Samarinda dengan mobil barunya. Kapan lagi Ibu bisa merasakan kebahagiaan dengan anak-anaknya yang lain selain diriku ?
Ingin rasanya aku keluar kerja dan mengasuh Bagas sendiri. Tapi apa daya, jika hanya mengandalkan gaji suamiku saja, akan sangat kewalahan memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mahal. Benar-benar sebuah pilihan yang sulit. Aku tidak bisa dipisahkan dari Bagas, tapi di sisi lain aku harus bisa memenuhi semua kebutuhan Bagas. Semua adalah tanggung jawabku dan suamiku sebagai orang tuanya. Bekerja keras menjadi pilihan dan berkorban menjadi jalan keluar terbaik untuk semuanya.
Akhirnya aku mengantarkan Bagas ke rumah Eyangnya dengan perasaan yang galau. Berkali-kali aku menyalahkan diriku dengan sebutan Ibu macam apa aku ini ? Menitipkan anak untuk diasuh Eyangnya ? Kenapa aku hanya bisa membebani orang lain ? Berbagai pertanyaan berkecamuk. Bagaimana jika nanti Bagas sakit ? Bagaimana jika Bagas mencari ibunya ? Bagaimana jika Bagas ingin dinyanyikan lagu kesukaannya ? Sanggupkah Eyangnya mengasuh Bagas yang sangat aktif itu ?
Mungkin memang aku harus mengorbankan perasaanku. Walau sebenarnya aku cukup terhibur dengan sambutan mertuaku yang sangat senang menerima kehadiran Bagas. Bahkan mereka yang menyarankan agar Bagas tinggal bersama mereka. Bagas menjadi hiburan tersendiri buat mereka. Ini adalah waktu yang tepat bagiku untuk berbagi kebahagiaan dengan mereka. Memberikan kebahagiaan dengan merelakan Bagas beranjak dari sisiku. Sungguh tidak gampang. Tak terbayangkan sebelumnya.
************
Hari ini genap dua minggu Bagas ada di Yogya bersama Eyangnya. Rasa rinduku tak terbendung lagi. Kemarin telah kuajukan cuti dua hari khusus untuk menengok Bagas. Telah kupersiapkan segalanya untuk perjalananku kali ini. Tak lupa kubawakan mainan kesenangan Bagas dan makanan favoritnya.
Kubayangkan Bagas berada dalam pelukanku dan tawanya yang berderai menyambut kedatanganku. Semuanya begitu indah untuk kubayangkan. Bagas, Mama datang, Nak..nanti kita bermain bersama, pergi ke taman, berjemur matahari pagi di lapangan, berlari-lari bersama dalam keceriaan, melihat kereta api yang lewat dekat rumah Eyang, melihat pesawat terbang. Ahhh..aku sudah tak sabar lagi. 
Perjalanan hampir delapan jam dari kota Udang ke kota Gudeg terasa berjalan lambat sekali. Tak dapat kuhindari rasa pegal yang menjalar di tubuhku. Aku hampir tak bisa tidur membayangkan pertemuanku dengan Bagas sebentar lagi. Seperti apa ya Bagas sekarang. Tambah gemuk atau kurus, tambah pintar apa. Selama ini jika kutelepon, Bagas belum bisa diajak komunikasi. Hanya sepatah-patah suaranya, belum bisa bercerita yang banyak. Padahal ingin sekali aku mendengar celotehannya yang panjang.
Tepat pukul tiga dini hari, travel yang kutumpangi telah sampai di rumah mertuaku. Bagas tertidur lelap saat aku datang. Dahinya kemerah-merahan terkena biang keringat. Maklum, udara Yogya sangat panas. Rasa kangenku membuncah. Setelah berbasa-basi dengan mertuaku, aku tidur menemani Bagas. Kuciumi anakku penuh kerinduan. Kupeluk dengan penuh kasih sayang. Air mataku tumpah. Aku kasihan dengan Bagas. Sementara waktu harus kehilangan kasih sayang orang tuanya.
Beberapa menit aku tertidur, Bagas terjaga dan membuatku terbangun. Begitu gembiranya aku melihatnya, tapi Bagas tampak kaget melihatku dan sambil menangis berteriak-teriak memanggil, ” Uti…Uti..Uti…,” sambil meronta-ronta dalam pelukanku. 
Ya Tuhan…aku sangat kebingungan. Ada apa dengan Bagas ? Lupakah dia dengan mamanya ? Waktu dua minggu sanggup membuatnya lupa terhadap aku yang telah melahirkannya ?
Teriakan dan tangisan Bagas membuat Bapak dan Ibu mertuaku terbangun. Serta merta Bagas digendong Eyang Kakungnya. Aku hanya bisa menatap dengan hati yang pedih. Bagas.. Mama kangen sekali. Kenapa Bagas bisa menolak Mama ? Siang malam Mama selalu teringat Bagas, tapi kenapa cepat sekali Bagas melupakan Mama ? Aku terisak. Ibu Mertua menghiburku. 
“Bagas hanya kaget, Nduk..masih ngantuk, jam segini biasanya dia minum susu. Coba kamu bikinkan susu dulu, biar dia tenang. Kemarin Bagas sakit panas.” 
Deg. Jantungku serasa berhenti. Bagas sakit panas ? Kenapa aku tidak diberitahu ? Selama ini jika aku bertanya apakah Bagas sakit, selalu dijawab baik-baik saja. 
“Ibu tidak ingin kamu jadi pikiran, Nduk..sekarang sudah sembuh kok,..sudah diobati Dion..,” Ibu mertuaku menyebut adik iparku yang menjadi dokter. 
Okelah, sekarang sudah sembuh, tapi bagaimanapun aku berhak tahu bagaimana keadaan Bagas. Aku ibunya.
“Lain kali, kalau ada apa-apa sama Bagas, Ibu bilang saja ya,,saya juga harus tahu,” kataku pada Ibu mertuaku yang dijawab dengan anggukan kepala.
Selesai membuat susu untuk Bagas, kuulurkan tanganku untuk mengambil Bagas dari gendongan Eyang kakungnya. Bagas mau aku gendong. Mungkin sudah ingat sekarang. Kupeluk erat-erat Bagas dan aku tak ingin melepaskannya lagi. Maafkan, Mama, Nak… Mulai hari ini Mama janji untuk menjaga Bagas. Mama tidak ingin berpisah lagi dari Bagas. Kita akan bersama-sama lagi dengan Papa. Hidup seadanya ya, Nak..asal kita bisa bahagia berkumpul bersama lagi. Nanti kita pikirkan bersama bagaimana cara mencari uang yang banyak. Yang penting sekarang, aku bahagia melihat Bagas melompat-lompat di atas kasur sambil tertawa riang. Ini caranya menyambut kedatanganku.
*************

Saturday, September 26, 2009

METAMORFOSIS JUDITH

Cantik. Satu kata ini benar-benar mujarab membuat Judith tersenyum sepanjang hari ini. Bagaimana tidak, hampir semua teman Judith di facebook mengungkapkan bahwa dirinya cantik. Teman-teman yang kebanyakan dari jaman sekolah dan kuliah dulu, seakan tidak percaya dengan keadaan Judith sekarang. Banyak diantaranya yang pangling bahkan tidak mengenali Judith lagi.

“Aduh, Judith beda sekaliiiii….diapakan mukanya ?,” kata Dian.
“Judithhhhh…kamu beda sekali sekarang ? Ayuuuuuu….,” kata Windy.
“Hah, ini Judith ???…Nggak mungkin…pangling banget..hampir nggak recognize lagi, beneran ini Judith ????,” kata Fanie.
“Kok fotomu beda sama jaman SMA dulu ?,” kata Dedy.

Dan masih banyak komentar serupa yang intinya menyatakan ketidakpercayaannya bahwa Judith sudah menjadi cantik sekarang. Apalagi, banyak teman pria dari masa lalunya yang mengajak kenalan mengira Judith adalah teman baru. Astaga…begitu besarkah perubahan yang terjadi pada dirinya ? Gila,..Judith tidak menyangka respon yang diterimanya akan seheboh ini. Sampai-sampai Judith harus mengernyitkan kening menyadari teman-temannya yang dulu cukup dikenal dengan baik, sekarang sudah tidak mengenalinya lagi.

Akibatnya, kesibukan Judith bertambah untuk membalas pesan-pesan yang masuk di daftar inbox-nya. Belum lagi harus confirm friend request yang jumlahnya puluhan setiap harinya. CK..ck..ck…hampir menyamai seorang artis yang lagi naik daun ! Tiba-tiba saja banyak sekali orang-orang baru yang belum dikenal Judith add friend. Luar biasa, ngetop tanpa audisi, hanya berbekal foto yang eksklusif!
Judith menikmati kegiatan barunya ini. Tak disangka, kehadirannya di facebook memberikan warna tersendiri bagi orang lain. Dan ini menjadi hiburan bagi Judith. Menyenangkan, walaupun ada sedikit kekecewaan ketika dirinya dikenal sebagai sosok Judith yang lain. Bukan yang dulu lagi.

Tiba-tiba ingatan Judith melayang pada masa lalunya. Seorang gadis kecil yang lusuh, dengan rambut yang tipis berwarna kemerahan karena terlalu sering terjemur sinar matahari, berjalan tanpa alas kaki diatas jalanan beraspal panas, yang di kanan kirinya terhampar kebun tebu. Seringkali kakinya berjinjit untuk mengurangi rasa panas di kakinya. Tangannya menjinjing sepasang sandal jepit yang putus. Sengaja sandal itu dibawanya karena akan diperbaiki oleh ayahnya di rumah nanti.
Siang yang terik telah mengantarkan gadis kecil itu ke sebuah rumah kecil dari bambu di tengah sawah. Tempat tinggalnya. Ayahnya sedang mencangkul hendak menanam pohon singkong.

”Ayah, sandalnya putus lagi…”. Ayahnya menghentikan kegiatan mencangkulnya, kemudian memperhatikan puterinya dan sandalnya.
“Ya, nanti ayah perbaiki. Taruh di situ dulu..” Gadis kecil itu menurut. Bergegas dia masuk ke dalam rumah yang lebih tepat disebut gubug. Tak berapa lama dia telah terhanyut dalam kegiatan rumah tangga yang menumpuk. Mencuci pakaian, menyapu, bersih-bersih, mencuci piring dan kegiatan fisik lainnya yang seakan tak pernah henti untuk dikerjakan.

Ibunya tak terlihat siang itu, karena sudah dua hari bekerja sebagai tukang cuci di rumah seorang kaya yang punya kost-kostan. Semua pekerjaan dijalani demi menyambung hidup. Harus bekerja keras menjalani kehidupan yang keras. Sudah semestinya jika Judith yang mengganti tugas ibunya sehari-hari di rumah. Pagi hari Judith pergi ke sekolah, sepulang sekolah hampir tak ada lagi waktu untuk bermain, selalu dihabiskan untuk bekerja membantu ibunya. Jika sore menjelang, kegiatannya mengisi lampu teplok dengan minyak tanah. Tak ada listrik di tempat tinggalnya. Tak jarang tangannya terkena tumpahan minyak tanah dan berbau. Di malam hari, seringkali Judith terkantuk-kantuk belajar ditemani lampu teplok yang remang-remang.

Hhh..Judith mendesah dalam lamunannya. Air matanya hampir saja tumpah jika dia tak segera menyekanya. Masa kecil yang sangat sulit. Tapi untunglah tidak membuatnya putus asa dan berkecil hati untuk mencapai kehidupan yang lebih baik seperti sekarang. Life must go on, apapun yang terjadi. Dan Judith bangga dengan didikan kedua orang tuanya yang walaupun tidak bisa memanjakan dengan limpahan materi, tapi selalu berpikiran positif dan selalu penuh harap untuk maju dan berkembang. Hidup adalah perjuangan. No pain no gain.

Judith kecil adalah seorang gadis yang pendiam. Lebih tepatnya pemalu. Bahkan cenderung ke arah minder atau rendah diri. Setiap kali ada teman kakak laki-lakinya yang bermain ke rumahnya, Judith lebih betah mengurung diri di dalam kamar dan menguping diam-diam apa yang sedang mereka perbincangkan. Entahlah, Judith merasa lebih aman bersikap demikian daripada dia harus menampakkan batang hidungnya di depan semua laki-laki teman kakak-kakaknya. Kakak Judith ada empat orang, laki-laki semua dan Judith adalah bungsu di keluarganya sekaligus anak perempuan satu-satunya. Bisa dibayangkan, jika ada teman laki-laki kakaknya selama beberapa jam di rumahnya, selama itu pulalah Judith bersembunyi. Sebenarnya Judith ingin bisa bergaul dengan mereka, tapi perasaan takut diabaikan lebih kuat menguasai dirinya. Judith merasa dirinya adalah seorang gadis yang jelek, miskin dan tidak punya kelebihan apa-apa. She is just nothing. Poor of Judith.

Keadaan itu berbanding terbalik dengan kehidupan Judith di sekolah. Hampir semua murid mengenal Judith karena hampir setiap penerimaan raport, nama Judith selalu tertera sebagai tiga besar di kelasnya bahkan menjadi Juara Umum di sekolah pun pernah diraihnya saat duduk di bangku SMP. Semua orang mengenalnya sebagai sosok yang sangat sederhana dan tidak pernah neko-neko. Di kalangan guru-guru sekolahnya, Judith termasuk murid yang disayang karena kepandaiannya. Tak mengherankan jika setiap ada lomba mata pelajaran antar sekolah, Judith selalu dipercaya untuk mengharumkan nama sekolahnya.

Dan yang lebih mencengangkan, Sang Kepala Sekolah, saat berpidato di depan murid-muridnya dalam upacara bendera, pernah mengatakan bahwa Judith adalah murid yang patut dicontoh, karena dalam keterbatasan, belajar hanya ditemani lampu teplok, Judith mampu menunjukkan prestasinya di sekolah. Judith hanya tertunduk malu mendengar pidato Kepala Sekolahnya. Tidak menyangka akan mendapat pujian seperti itu. Selama ini Judith merasa dirinya bukan apa-apa. Bagaimana mungkin jika dirinya ternyata bisa menjadi inspirasi buat orang lain ? Terlalu berlebihankah ?

Judith menepis bayangannya, mencoba kembali tenggelam dalam situs gaulnya di internet, facebook. Ada satu nama pria yang cukup membuatnya penasaran. Beberapa hari ini pria itu rajin sekali mengirim pesan kepada Judith. Awalnya salam kenal, kemudian ucapan salam entah selamat pagi, siang, malam, tak henti-hentinya. Atau hanya sekedar menanyakan lagi apa, sudah makan atau belum dan bentuk perhatian lainnya. Pada awalnya Judith senang-senang saja diperhatikan seperti itu, tapi lama kelamaan Judith cukup terusik dengan perhatiannya yang terlalu berlebihan. Sepertinya pria itu belum menyadari sepenuhnya siapa Judith sebenarnya. Tapi Judith tahu, pria ini adalah seseorang yang pernah mengisi lembaran buku hariannya dulu. Semasa Judith belum seperti sekarang.

Judith memandang wajahnya di cermin, mencoba mengamati beberapa perubahan yang terjadi. Semuanya sama, masih sama seperti dulu, tapi kenapa banyak orang tak mengenalinya lagi ? Hidungnya, matanya, bibirnya, semuanya masih asli, tak ada yang dioperasi. Mungkin rambutnya yang sudah berganti menjadi potongan rambut terkini dan tersentuh cat rambut dari merk terkenal. Atau alisnya yang sekarang sudah tersentuh oleh pensil alis. Matanya yang sudah terpulas eye shadow. Pipinya yang merona oleh blush on. Bibirnya yang terwarnai lipstick. Kulitnya yang tampak terawat.

Hanya itu. Tak ada perubahan yang lain. Tapi cukup sukses membuat orang-orang di masa lalunya tak percaya bahwa dia adalah Judith yang dulu, seorang gadis kecil yang kumal, yang rambutnya selalu kusut, yang harus bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dicita-citakannya.

Judith kecil yang telah kenyang oleh hinaan dan cemoohan hanya karena orang tuanya tidak mampu. Seorang Judith kecil yang hanya bisa berdiri di sudut sekolah ketika teman-temannya berlarian jajan di kantin sekolah. Judith yang tak mampu menjawab ketika ditanya temannya,” Uang sakumu berapa ?.” Bisa makan dua kali dalam sehari saja, sudah untung.

Pengalaman Judith yang tak pernah bisa selalu meminta uang kepada orang tuanya, membuat Judith bertekad untuk mencari uang sendiri. Apapun dijalaninya untuk mendapat uang termasuk uang untuk biaya sekolah. Judith malu setiap kali harus nunggak SPP hingga beberapa bulan. Sampai-sampai pernah raport Judith ditahan, tidak boleh dibawa pulang, hanya boleh dilihat di sekolah. Hanya karena belum bisa membayar SPP. Padahal saat itu Judith mendapatkan ranking satu. Betapa perihnya hati Judith saat itu.

Syukurlah, karena prestasinya yang bagus di sekolah, Judith selalu mendapatkan beasiswa hingga bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Selain itu Judith mencoba peruntungannya berjualan kartu nama, berjualan bunga saat ada wisuda, dan menjalankan bisnis parcel saat hari raya bersama dengan teman-temannya. Semua dijalani Judith dengan penuh semangat. Uang yang diperolehnya ditabung, bahkan bisa memberi kepada orang tuanya. Betapa bangganya Judith bisa membahagiakan orang tua dan mengangkat derajadnya.

Selepas menjadi Sarjana, Judith mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan besar dengan posisi yang cukup diincar banyak orang. Lambat laun rasa rendah dirinya telah menjelma menjadi rasa percaya diri yang hebat. Bahkan Judith menjadi sosok yang humoris, ceria dan lebih bijak dalam menyikapi kehidupan ini. Sehingga kesuksesan demi kesuksesan berhasil diraih Judith dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Pengalaman hidup mengajarinya tentang banyak hal. Adalah pilihan Judith untuk menjadi yang terbaik untuk dirinya sendiri dan orang lain. Uang bukan lagi menjadi masalah. Judith bisa membeli apa saja sekarang. Bahkan mampu merombak habis penampilannya.
Proses metamorfosis baru saja dialami Judith. Dari kepompong menjadi kupu-kupu. Pria model manapun tak akan kuasa menolak Judith . Sekarang begitu banyak pria berebutan mencari perhatiannya. Sedangkan dulu, satu pria pun sangat sulit didapatkan. Judith mensyukuri semuanya sekaligus takjub atas perubahan yang dialaminya..

Namun apakah ini yang dicari Judith selama ini ? Berapa kali Judith harus meyakinkan kepada teman-temannya dulu bahwa dirinya adalah benar-benar Judith ? Berapa banyak tanggapan tidak percaya bahkan anggapan bahwa Judith hanya mengada-ada ?

Atau haruskah Judith berterus terang kepada pria yang selama ini gencar memburunya bahwa dirinya adalah Judith kecil yang saat itu sangat mengagumi dirinya, tapi dia tak menganggapnya sama sekali ? Pria tampan bernama Bagus Wicaksono yang beberapa tahun lalu selalu menghiasi mimpi-mimpi Judith ? Bagus yang tak lain adalah teman kakaknya yang sering main ke gubugnya dulu, tapi Judith hanya mampu mengintip dari bilik bambu dengan hati berdebar-debar, dan menguping pembicaraannya dengan kakaknya?

Judith menghela nafas panjang. Sekarang semuanya begitu mudah untuk didapatkan, tapi kenapa Judith tidak bisa memutuskannya ? Judith menggeleng, tak tahu harus berbuat apa. Judith merasa dirinya telah menjadi orang lain, bahkan dirinya sendiripun tidak mengenalnya lagi. Dan Judith tidak bisa menjawab apakah dia bahagia atau tidak dengan perubahan ini, sekalipun pria yang pernah dikaguminya telah menawarkan hatinya. Judith hanya takut dan ragu-ragu, semuanya akan hilang jika dia berlaku jujur akan masa lalunya kepada pria bernama Bagus itu…

Saturday, August 29, 2009

MERDEKALAH AKU....

Penjajah yang terbesar dalam hidupku adalah pikiranku sendiri. Terutama pikiran yang jelek, negatif dan melemahkan kekuatanku. Salah satunya adalah minder alias rendah diri. Tempo doeloe, aku adalah seorang minder sejati. Aku selalu berpikir bahwa aku adalah seorang yang jelek, miskin, tidak punya sesuatupun yang bisa dibanggakan. Dan parahnya, aku menganggap bahwa orang lain juga punya pikiran yang sama tentang diriku ! Yang terpikir hanya jelek..jelek dan jelek saja.

Aku tidak tahu pasti bagaimana awalnya aku bisa punya pikiran seperti itu. Yang pasti, aku jadi takut bertemu orang, malu untuk bergaul dan tidak tahu harus berbuat apa ketika harus berhadapan dengan orang. Canggung dan kaku. Sehingga kesan yang ditangkap dariku adalah seorang yang sombong. Padahal, bagaimana mungkin bisa sombong jika tidak tahu yang harus disombongkan. Aku tidak menyapa orang karena aku malu. Aku takut diabaikan orang lain, sehingga aku hanya bisa diam dan lebih senang menghindari banyak orang daripada harus terlibat dalam pembicaraan yang mungkin tidak bisa aku ikuti. Aku selalu takut dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tidak bisa aku jawab. Yang pasti, aku tidak siap menghadapi semuanya.

Hingga suatu ketika, saudaraku dari Malang datang ke rumah. Mas Harry namanya. Baru sekali itu dia mengunjungi keluargaku. Tiba-tiba saja dia menyalamiku dan mengatakan bahwa aku cantik. Astaga…sepanjang umur hidupku (waktu itu umur 11 tahun) baru kali ini ada seorang laki-laki meskipun itu saudaraku yang mengatakan aku cantik. Selama ini aku menganggap bahwa aku jelek. Dari kacamata mana dia mengatakan aku cantik ? Nggak salah tuh…Seakan tidak percaya, aku hanya tersipu dan mengucapkan terima kasih. Aku menangkap ketulusan dari nada bicaranya.

Yang pasti, semenjak ungkapan positif tentang diriku itu, aku jadi rajin berkaca dan mencoba membuktikan apakah memang benar aku cantik. Kulihat mataku yang selama ini kuanggap jelek, ternyata bening dan sayu. Hidungku yang kuanggap pesek ternyata tidak pesek-pesek amat, masih agak mancung ujungnya, jidatku yang nong-nong ternyata tidak berjerawat, bibirku yang tebal ternyata ada sisi sexynya, dan aku mulai menilai-nilai bagian wajahku yang ternyata tidak jelek-jelek amat. Kucari nilai-nilai positif di dalamnya dan aku jadi bangga dan bahagia menjadi diriku. Aku mensyukuri semuanya dan mulai membenahi pikiranku yang negatif selama ini. Aku mulai bisa tersenyum, dan mencintai diriku apa adanya. Semuanya telah tercipta dengan indahnya oleh Tuhan, kenapa aku bisa membencinya selama ini ?

Ternyata rugi sendiri memelihara pikiran jelek. Kalau dihitung-hitung berapa kerugian waktu yang dihasilkan dari pikiran seperti itu ? Kesempatan yang hilang percuma, hanya karena sibuk berandai-andai saja..Seandainya aku bukan anak orang miskin, seandainya saja wajahku secantik Luna Maya, seandainya aku seorang yang berani, dan seandainya yang lain-lain.

Aku ingat, kepercayaan diriku mulai tumbuh, saat aku beranjak di bangku SMP. Ketika aku mulai memasuki dunia baru, banyak orang yang bisa menerima diriku apa adanya tanpa melihat aku anak seorang yang tidak mampu. Lambat laun, aku mulai menemukan bahwa aku suka sama hal-hal yang lucu yang bisa membuat aku dan orang lain tertawa. Aku mulai berani mengekspresikan diriku dan menyatakan keeksisanku.

Dan ternyata semakin banyak orang yang mau berteman denganku. Senangnya bergaul dengan banyak orang. Dan aku tidak malu-malu lagi saat diajak berbicara. Banyak hal yang bisa aku petik dari pembicaraan dengan orang lain. Semuanya sangat menyenangkan. Dan semua peluang terbuka dari sana. Dan yang lebih penting, aku lebih bisa menghargai diriku, mensyukuri segala anugerah-Nya dan mulai bangga dengan diri sendiri.

Aku mulai menyadari bahwa tiap pribadi adalah unik. Tak ada yang sempurna tapi bagaimana cara kita memandang hidup kita secara sempurna. Sempurna menurut versi kita sendiri. Dan itu relatif, sempurna menurutku, belum tentu sempurna menurut orang lain. Yang terpenting adalah bagaimana kebahagiaan itu bisa kita dapatkan. Tak ada lagi penjajahan dari pikiran sendiri. Semua bisa maju dan berkembang…

Thursday, July 23, 2009

MY FIRST ONLINE EXPERIENCE


Waktu itu tahun 2000, saat booming-boomingnya tentang email. Di kampus, teman-teman ngomongin soal email yang lebih praktis, cepat dan efisien jika dibandingkan dengan surat konvensional yang akrab dengan prangko dan pak pos. Penasaran dengan hal itu, diam-diam aku cari buku-buku yang membahas soal email plus tanya-tanya sama teman-teman dekatku yang sudah duluan punya email. Malu dong kalau suatu saat ada yang nanya trus aku nggak bisa jawab.

Nah..akhirnya dengan tekad bulat kulangkahkan kakiku menuju warnet yang saat itu masih bisa dihitung dengan jari, belum menjamur seperti sekarang. Mau masuk warnet aja pake deg-degan pula, takut gak bisa dan mati gaya. Berbekal pengetahuan seadanya nekad coba-coba bikin email. Belum paham yang bahasa Inggris, pake alamat website yang lokal dulu. Akhirnya satu alamat email berhasil dibuat, jadi ketagihan bikin lagi alamat email lain yang pakai bahasa Inggris. Jadi deh, punya dua alamat email. Senangnya hatiku. Hampir setiap orang yang aku kenal ditanya punya email atau nggak, kalau punya langsung di-save seperti nge-save nomor Handphone.

Merasakan asyiknya ber-email ria berlangsung cukup lama walau kadang isinya cuma hal-hal ringan bahkan cenderung ngerumpi sama teman-teman satu kuliah. Lha wong tiap hari ketemu kok email-emailan, iseng banget ya..bahkan kadang-kadang kalau mau ngomongin sesuatu yang agak rahasia langsung kirim email, padahal sudah bertemu langsung dengan orangnya tapi tetap saja bilang,” Buka email ya..ada sesuatu yang mau kuomongin..” Otomatis temanku penasaran,” Apaan sih, mbok sekarang aja.” “Nggak ah, lewat email aja lebih plong.” Ada-ada saja ya.

Sudah kenyang ber-email ria, nyoba lagi yang lebih up to date . Chatting. Ngobrol langsung via dunia maya. Bahkan ada fasilitas web camera-nya sehingga bisa liat wajahnya pula. Canggih to..? Lebih murah dari telepon lagi. Trus nggak ada istilah lokal atawa interlokal. Sama biayanya, hitungannya per jam, mau dalam atau luar negeri. Yuhuuu...nggak mau ketinggalan, langsung kuajak temanku yang sudah bisa chatting-an untuk mengajariku ke warnet terdekat. Dengan cukup sabar temanku mengajariku yang waktu itu masih buta soal chatting.

Wah, ternyata asyiknya…dapat kenalan, yang di dalam maupun yang di luar negeri dan bisa ngobrol apa saja dengan orang yang tadinya nggak kenal sama sekali. Ada pengalaman yang cukup memalukan ketika pertama kali chatting, teman chatting nanya ‘asl pls..’. karena nggak paham, aku nggak tahu harus jawab apa sampai orangnya nggak sabar. Akhirnya aku tanya, ‘asl pls’ itu apa artinya, maklum aku baru dalam dunia per-chatting-an. Hahaha..si dia tertawa, tapi kemudian memberi tahu maksudnya age, sex and live, please.. Ooo..itu to maksudnya. Mengangguk-angguk sambil menahan malu. Bodo ah, nggak secara live ini.

Saat chatting, aku sering juga kenalan sama bule, maksudnya sih sekalian mau ngetes kemampuan bahasa Inggrisku. Tapi yang terjadi malah kebanyakan bengong nggak ngerti maksudnya apa hahaha…Alhasil asal kasih jawaban bahkan kadang aku pakai bahasa Jawa, biar sama-sama nggak ngerti maksudnya hahaha...Keasyikan ngobrol di internet lama-lama bikin aku ketagihan, bisa berjam-jam chatting di warnet, lha nggak kerasa tuh..asyik berat pokoknya..

Merasa sudah mahir ber-chatting ria, aku coba-coba bikin blog. Maksud hati sih buat nyalurin bakat yang lama terpendam sampai nggak muncul-muncul ke permukaan hehe…yaitu menulis. Apa saja ditulis, lha wong dari kecil hobbynya nulis diary, yo wis sekarang jadi pengin melanjutkan hobby itu tapi melalui jalur yang lebih luas…dunia maya. Semua orang boleh baca. Pertamanya sih masih bingung milih temanya apa, lha malu-maluin dong kalau ada yang baca blog kita isinya kok malah bikin bingung orang. Penginnya sih buat blog yang bermanfaat buat semua orang, yang membumi banget gitu loh, tapi bikin blog apalagi masih amatir begini kan, nggak semudah seperti membalikkan telapak tangan, ya toh ? Pikir-pikir, ah..biarkan mengalir saja, kalau dibilang jelek ya maklum, namanya juga masih belajar. Lha kalau ada yang bilang bagus, itu namanya bonus dari hasil kerja kerasku dan sedikit program pembengkakan kepala (GR maksudnya..) hehehe…

Nah, kalau soal pengalaman browsing, pernah lagi asyik-asyiknya cari bahan untuk tugas kuliah tiba-tiba nongol gambar-gambar porno yang tidak diinginkan..waduh..cukup mengganggu juga walaupun ada rasa penasaran sedikit. Panik atas munculnya gambar begituan, yang susah dihapus pula, akhirnya aku manggil penjaga warnetnya minta tolong nutup situs porno itu, eh..malah kena tatapan curiga dikira aku suka buka-buka situs yang mboten-mboten..walah..malah jadi tertuduh, apa mukaku ada bakat mesum ya? Perasaan sih, alim-alim aja…(narsis gitu loh..)

Itulah pengalamanku mengenal dunia internet. Dunia tak lagi selebar daun kelor, tapi selebar layar netbook, layar laptop, monitor komputer dan layar handphone hehe..

Sunday, July 12, 2009

A LETTER FOR GOD ON MY BIRTHDAY

Tuhan,...
Terima kasih, karena hari ini Engkau masih memberiku kesempatan untuk merasakan ulang tahun lagi, seperti tahun-tahun kemarin. Walaupun tidak ada perayaan khusus dengan pesta yang hingar bingar, cukuplah aku merenungkan perjalanan hidupku hingga usiaku sekarang.
Tuhan,…
Saat ini, aku sudah sampai pada titik dimana aku meyadari betapa sayangnya Engkau kepadaku, dengan memberikan apa yang telah menjadi pengharapanku selama ini. Seorang suami yang baik, seorang anak laki-laki yang istimewa, rejeki yang cukup, kesehatan dan kebahagiaan. Semua itu merupakan anugerah terindah yang pernah kumiliki. Aku mensyukurinya Tuhan, semuanya terasa begitu sempurna.
Tuhan,…
Sebagai manusia, tentunya masih banyak harapan-harapanku untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Perjuangan mendidik anak yang telah Engkau karuniakan, memberikannya yang terbaik dan yang pasti…memberikan Andro seorang adik perempuan ( hanya jika Engkau berkenan ..)
Tuhan,…
Syukurku pun kuhaturkan atas berkat melimpah yang Engkau berikan melalui keluarga, saudara-saudaraku, teman-temanku yang sangat baik dan perhatian, yang telah menjadi bagian dalam hidupku. Semuanya sangat berarti dalam mewarnai hidupku. Walaupun mungkin, masih banyak yang belum bisa aku perbuat untuk sesama. Bahkan bagi mereka yang tidak seberuntung aku.

Tuhan,…
Kenapa aku lebih mudah menghakimi daripada berbelas kasih…
Kenapa aku lebih mudah membenci daripada mencintai…
Kenapa aku lebih mudah masa bodoh daripada peduli…
Kenapa aku lebih mudah mencaci daripada memahami…
Kenapa aku lebih mudah mencari kekurangan orang lain daripada introspeksi diri…
Tuhan,…
Semua nilai-nilai yang telah Engkau ajarkan belum sepenuhnya aku jalani. Aku masihlah seorang manusia yang haus akan pujian dan silau dengan kenikmatan duniawi. Banyak hal yang selalu ingin aku coba walaupun nilai kebenarannya begitu bias…
Tuhan,…
Aku masih mudah terhanyut dan terombang ambing oleh arus pergaulan yang semakin lama semakin tiada batas. Kerasnya kehidupan kadang ikut membuat hatiku keras dan hati nuraniku tidak gampang tersentuh akan penderitaan orang lain.
Tuhan,…
Ijinkan aku di hari ulang tahunku ini untuk merefleksikan kembali apa yang telah aku perbuat selama ini. Dosa-dosa yang telah terjadi, bahkan untuk dosa yang terindah sekalipun ( alasanku untuk pembenaran diri akan hedonisme..)
Tuhan,…
Semestinya aku menyadari bahwa Engkau telah menciptakan manusia, khususnya diriku dengan segala keunikan dan keistimewaannya. Setiap pribadi adalah karya Maha Agung-Mu yang Engkau ciptakan sesuai dengan citra-Mu. Tapi seringkali aku merusak citra-Mu dengan dosa-dosaku. Begitu mudahnya surga dunia melenakanku sehingga seringkali aku lupa bahkan pura-pura lupa kepada-Mu.
Tuhan,…
Saat ini manusia semakin lupa akan kodratnya, semakin tak peduli bahkan cenderung merusak alam ciptaan-Mu. Bencana demi bencana datang silih berganti karena ulah manusia sendiri. Mungkinkah itu teguran-Mu, Tuhan ? Engkau sudah bosan dengan dosa-dosa kami. Yang walaupun telah menyadari, tetap saja berulang dan berulang lagi…dan lagi…
Tuhan,…
Aku hanyalah setitik debu dihadapan-Mu…
Yang tidak berarti apa-apa…
Yang hanya mengotori citra-Mu…
Tuhan,…
Masih pantaskah aku jika punya cita-cita masuk surga ?
Mungkin Engkau hanya tertawa dan bertanya…
Kamu hidup untuk apa ?
Tuhan,...
Sekian dulu surat dariku. Semoga tehun depan aku masih bisa menulis surat lagi dan menjadi manusia yang lebih baik dari sekarang. Amin.

Friday, July 03, 2009

Misteri Angka "69"

Tahukah Anda arti angka "69" ? Ternyata banyak artinya lho…"versi just for fun" akan membahas tentang angka favorit ini…
  • Angka yang akan selalu sama jika mengalami rotasi / perputaran 180 o



  • Merupakan angka keseimbangan "Yin dan Yang"










  • Angka favorit untuk posisi bercinta, dalam bahasa Perancis disebut "soixante-neuf" (tidak usah pake gambar juga udah jelas)
  • Angka sederhana yang muncul dari "Bola Tenis"
Bola tenis terbentuk dari 2 buah elips yang digabungkan menjadi satu saling membalut dan hasilnya menjadi angka "69"

  • Angka 6 dan 9 jika digabung menjadi angka 8 yang melambangkan “Kesuksesan”











    • Angka 69 x 9 = 621, dan bila dijumlahkan 6 + 2 + 1 = 9
      69 x 6 = 414, dan bila dijumlahkan 4+ 1 + 4 = 9
      69 x 69 = 4761, dan bila dijumlahkan 4 + 7 + 6 + 1= 18, dijumlahkan lagi 1 + 8 = 9
      6 – 9 = - 3
      6 + 9 = 15
      9 – 6 = 3
      Hasilnya dijumlahkan -3 + 15 + 3 = 15, dijumlahkan lagi 1 + 5 = 6
      Jadi semuanya balik ke angka 6 dan 9 lagi
      • Angka 6 menyerupai tunas kelapa yang merupakan “Awal mula kehidupan pohon serba guna”





      Angka 9 menyerupai sel sperma yang merupkan “Awal mula kehidupan manusia”





      • Angka “666” adalah lambang “Setan”
      “999” adalah lambang “Angka Tertinggi”

      Makna angka ‘69’ tersebut diatas hanyalah imajinasi manusia, boleh tidak percaya, boleh percaya, boleh menambahi, boleh melengkapi, boleh menanggapi, komentar juga boleh…


      Monday, June 29, 2009

      CATATAN SI YUL

      Dear Diary,….

      He..he..he…sebenarnya umur segini udah nggak pantes nulis-nulis di diary, tapi gimana ya, namanya orang kepingin..daripada nanti ngeces… ? Istilahnya nostalgia gitu loh, secara jaman dulu hobbynya nulisin diary. Macamnya diary pun ada dua, yang ada tanggalnya buat sehari-hari dan diary yang wangi nan cantik khusus buat momen-momen tertentu. Maksudnya sih penjabaran dari isi diary harian, yang lebih detail tapi temanya dipilih. Hmm..enaknya sekarang nulis apa ya ? Gimana kalo tentang cita-cita ? Boleh, deh..atur aja…

      Menurut Mr. Mario Teguh, cita-cita adalah tujuan atau target yang ingin kita capai disertai dengan tanggal kapan kita bisa mencapainya. Semacam keinginan kejar tayang gitu, hehe..kayak sinetron aja ya..? Tapi kejar tayang disini bukan berarti instant, asal jadi dan ‘kesusu’ kalau orang Jawa bilang lho..,yang dimaksud adalah proses dari pencapaian itu sendiri ada masa expired-nya.

      Contohnya, masa kuliah yang normal untuk S1 adalah 5 tahun, kalau lebih dari itu berarti kita expired mencapai gelar S1 walaupun lulus juga akhirnya. Tapi kita sudah kehilangan berapa peluang jika kita lulus tidak tepat waktu ? Kita harus bersaing dengan adik-adik angkatan kita dan mengejar ketinggalan kita. Tenang, Belanda masih jauh…mungkin gitu ya alasan kita untuk membela diri.

      Waktu aku kecil dulu, kalau ditanya orang besok gede mau jadi apa, pasti selalu menjawab jadi dokter. Kayaknya enak jadi dokter, bisa ngobati orang, duitnya banyak dan merupakan profesi yang patut untuk dibanggakan. Seiring dengan berjalannya waktu, kayaknya kok nggak gampang jadi dokter, biayanya mahal dan susahnya minta ampun. Padahal belum membuktikan sendiri lho, masih kata orang. Tapi kenapa kata-kata orang itu jauh lebih ampuh mengurungkan niatku untuk menjadi seorang dokter.

      Akhirnya cita-citaku berubah ingin menjadi seorang apoteker. Sepertinya menyenangkan bisa membuat obat untuk orang sakit. Demi mencapai tujuan itu, dengan semangat aku ikut UMPTN ambil pilihan pertama Fakultas Farmasi, dan pilihan keduanya Fakultas Biologi. Kenapa pilih Biologi ? Nah, itu pertanyaan yang kadang aku sendiri nggak bisa jawab kenapa.

      Percaya nggak, pilihan kedua itu aku pilih hanya karena aku mendengar pembicaraan orang yang sedang lewat tentang prospek Biologi Lingkungan yang bagus. Ya udah, deh..waktu itu aku yang sedang bingung ngisi formulir UMPTN untuk pilihan keduanya langsung milih Fakultas Biologi. Kesannya kok ikut-ikutan yo..pancen kok..hehe..

      Tak disangka tak dinyana, waktu pengumuman hasil UMPTN tahun 1996, kok ya namaku nongol di koran sebagai calon mahasiswa di PTN Yogya. Setengah senang setengah kecewa karena ternyata aku nggak diterima sebagai mahasiswi Farmasi, tapi sebagai mahasiswi Biologi. Skorku nggak cukup untuk pilihan pertamaku. Yo wis to, setengah hati kujalani the second choice-ku. Daripada…daripada..gagal deh cita-cita jadi apoteker.

      Terus terang saja, awal-awal kuliah aku bimbang mau kemana arah tujuanku. Lebih bimbang lagi kalau ada orang tanya, ooo..kuliah di Biologi ya, besok kerjanya dimana ? Halah, tambah gak jelas..paling-paling jadi guru, apa jadi peneliti atau jual beli preparat gitu to..? Pokoke masih belum ada gambaran. Lama-lama, bisa menikmati juga kuliah, sibuknya praktikum, beragam penelitian, jurnal dan serentetan kegiatan kemahasiswaan yang cukup mengasyikkan. Belajar tentang makhluk hidup nggak ada matinya..

      Akhirnya, aku berhasil mengantongi gelar Sarjana Sains dengan IP yang sangat memuaskan saja dengan lama kuliah 5 tahun. Normal-lah…Selanjutnya, bingung lagi kemana kaki hendak melangkah..? Mau kerja apa ya ? Jadi Guru, PNS atau Peneliti ? Semuanya bukan. Ternyata aku mendapat tawaran kerja yang sama sekali nggak ada hubungannya dengan Biologi. Salah satu perusahaan retail terbesar di Indonesia.

      Yo wis to, kesempatan nggak datang dua kali kan ? Langsung kuambil tawaran itu, dan jadilah aku seperti sekarang. Waktu kuliah dulu, orientasinya cari ilmu, kalau kerja orientasi kita adalah mengembangkan diri kita plus mencari nafkah. Idealismeku sementara aku tahan dulu. Toh yang namanya belajar tidak melulu hanya satu bidang kan ?

      Banyak bidang yang bisa kita pelajari dan itu akan memperkaya wawasan kita. Prinsipku, apa yang bisa kita kerjakan sekarang, just do it ! Dan yang lebih penting, cintailah apapun yang kita kerjakan. Kesuksesan tidak diukur dari jumlah digit rupiah yang kita hasilkan, tapi dari kadar kepuasan batin yang kita rasakan. Salam sukses !

      Sunday, June 28, 2009

      FENOMENA “BISNIS KLIK IKLAN”

      Akhir-akhir ini, banyak ide-ide kreatif yang muncul di dunia bisnis, contohnya “Bisnis Klik Iklan” (nama produknya macam-macam). Semua orang bisa mengikuti bisnis tersebut dengan cara yang mudah & bisa menghasilkan uang, tetapi setujukah Anda dengan cara tersebut ????
      Dengan adanya bisnis / program tersebut kira-kira menguntungkan atau malah merugikan ya ?
      Jawabannya mungkin tergantung posisi orang dalam urutan yang mana (dalam gambar flow chart) A, B, C, D, E, ataupun orang netral, orang bingung, penonton, penggembira, kutu kupret dll….Perhatikan Flow Chart di bawah ini :


      Tampak bahwa masing-masing posisi di atas mempunyai kepentingan yang berbeda-beda :
      1. PENGIKLAN, pihak ini mempunyai tujuan untuk mempromosikan produk atau usahanya supaya bisa dikenal oleh banyak orang dengan cara membayar kepada pihak ADVERTISING untuk ditayangkan iklannya.
      2. ADVERTISING, adalah penyedia layanan iklan yang mempertaruhkan kualitas iklannya kepada pihak yang membayar. Kepercayaan menjadi hal yang utama dalam pelayanannya.
      3. PUBLISHER, pihak ini bekerja sama dengan advertising untuk membantu menampilkan iklan yang akan dipublikasikan dengan imbalan per klik iklan (PPC) setiap unik ID yang diakui.
      4. PROGRAM BISNIS KLIK IKLAN, pihak ini memanfaatkan peluang yang ada yaitu mencari klik iklan dengan memperbanyak unik ID untuk membantu meng-klik iklan yang ada (supaya unik ID-nya banyak maka dibuatlah “SISTEM JARINGAN”, **---sungguh ide yang sangat cemerlang---**). Pihak ini memberikan komisi kepada down linenya dengan macam-macam harga, semakin banyak usaha mencari down line semakin banyak pula penghasilan yang didapatkannya.
      5. PENGIKUT, adalah pihak yang membantu memasarkan program klik iklan (dibayar dengan komisi tertentu) dengan mencari down line sebanyak-banyaknya untuk membantu meng-klik iklan yang sedang ditampilkan dengan nomer ID unik dari masing-masing IP address setiap peserta.
      Dari gambaran diatas sudah cukup jelas tujuan masing-masing pihak. Apakah masing-masing pihak tercapai tujuannya ? Pasti ada yang dirugikan & ada yang diuntungkan, atau ada yang merusak keharmonisan sistem periklanan ? Silahkan Anda merenungkan sendiri :
      1. Siapa pihak yang diuntungkan & siapa yang dirugikan ?
      2. Adakah hukum / peraturan yang mengaturnya ?
      3. Setujukah anda dengan “Bisnis / Program Klik Iklan” ini ?
      Jawaban anda pasti lain-lain, semuanya tidak ada yang salah !!!!!, biarkan orang memilih………
      Terima kasih semuanya…., komentarnya ditunggu lho….

      Monday, June 22, 2009

      PRO-KONTRA MONEY GAME & MLM

      Kalau mendengar kata ‘Money Game’, pasti yang ada di benak kita adalah permainan uang yang tidak beda jauh dengan judi. Judi, hukumnya haram dan sangat merugikan bahkan dapat melumpuhkan mental kerja keras di masyarakat. Maunya enak, sedikit usaha dapat uang banyak dan bisa foya-foya. Bukan, money game yang akan saya bahas ini bukan judi.

      Mungkin terlalu muluk jika kita mendengar komisi , royalty, bonus, dan jaminan lainnya dari banyak MLM dan money game. Iming-iming uang ratusan juta hingga milyaran rupiah bukan lagi mimpi jika kita bisa menjalankannya. Nggak mungkin, omong kosong, bull shit, pemimpi, penipuan, kok mau-maunya to…hari gini, pengin enaknya aja ? Hm..ya..ya..ya..that’s all right.

      Semua orang berhak mengungkapkan pendapatnya. Sah-sah aja kok, segala sesuatu pasti ada yang setuju dan ada yang tidak sependapat. Perlu diketahui bahwa setiap orang punya pilihan hidupnya masing-masing. Mau jadi karyawan, monggo.. atau mau jadi bisnisman atau bisnis woman ya monggo.. nggak ada yang melarang. Wong hidupnya sendiri kok diatur-atur orang lain, ya toh ? Hanya diri kita sendiri yang tahu apa yang kita inginkan dalam hidup kita, dan hanya diri kita sendiri yang mempunyai target hidup kita. Bukan siapa-siapa.

      Dalam hidup ini, yang namanya menjalankan bisnis, hanya ada dua resiko yang kita pertaruhkan : untung atau rugi. Dan sudah wajar jika dalam bisnis dibutuhkan modal, apakah itu modal besar atau modal kecil yang berupa modal uang ataupun modal kepintaran. Hal itu relatif sifatnya. Kalau banyak orang rugi, apa kita juga harus ikut-ikutan rugi ? Dan kalau banyak orang gagal, apa kita juga ditakdirkan untuk ikut gagal ? Kenapa kita tidak menjadi orang yang berhasil saja dengan konsekuensi kita harus bekerja keras. Memutar strategi dan mengerahkan semua kemampuan kita. Dan jangan menyalahkan orang lain jika kita gagal, karena sebenarnya kegagalan menjadi indikator kurang kerasnya usaha yang kita jalankan. Kata orang, itu penipuan, kata orang yang untung yang awal, yang rugi yang ikut belakangan. Benarkah ? Itukan kata orang, apa kita sudah membuktikannya ? Begitu mudahnya kita terpengaruh dengan orang lain hingga kita mengorbankan mimpi-mimpi kita, keinginan kita untuk berhasil. Kenapa kita tidak menganggap semua pendapat orang lain itu sebagai tantangan untuk membuktikan kebenarannya ? Kebanyakan orang baru percaya setelah ada hasil, tapi sependapatkah anda jika proses pencapaian itu sendiri jauh lebih penting ? Jika tidak mencobanya, darimana kita tahu kalau kita akan gagal ? Bukankah itu berarti kita sendiri telah berhasil menggagalkan diri sendiri ? Bahkan sebelum kita berani untuk mencobanya ?

      Banyak orang yang beranggapan bahwa struktur piramid hanya menguntungkan orang yang pertama ikut dan akan merugikan orang yang terakhir karena sudah kehabisan downline. Mungkinkah orang yang begitu banyaknya bisa habis karena ikutan bisnis ini ? Padahal fakta membuktikan ada jutaan pengguna internet, dan semua mempunyai peluang yang sama untuk berhasil. Jika struktur pyramid yang terjadi bisa ideal, dalam arti 1 orang mendapat 10 orang, kemudian 10 orang mendapatkan 10 orang lagi dan demikian seterusnya, bisa dipahami jika lama-lama yang terakhir akan kehabisan downline. Faktanya, struktur piramid tidak akan pernah bisa ideal, kalaupun bisa kemungkinannya sangat kecil, dan itu artinya dalam bisnis ini berlaku siapa yang bertahan dan pantang mundurlah yang akan berhasil.

      Jadi teman-teman, apapun usaha kita jika ingin berhasil kuncinya cuma satu : KERJA KERAS. Tanpa kerja keras, semuanya sia-sia bahkan kita akan kehilangan modal awal yang telah kita pertaruhkan. Dan jangan salahkan siapa-siapa jika kita rugi dan tidak mendapatkan apa-apa karena itu berarti kita belum melakukan apa-apa. Tak akan pernah ada uang yang jatuh dari langit. Semua harus diupayakan.

      No pain, no gain… Selamat merenungkan !

      Wednesday, May 13, 2009

      SUPER DAD

      “Nduk, menjadi seorang perempuan itu harus punya kepribadian yang kuat, jangan hanya mengandalkan kecantikan saja, tapi otak harus berisi, cerdas supaya tidak gampang dibodohi, apalagi oleh laki-laki.” Nasihat dari mendiang ayahku terngiang ngiang di telinga. Kala itu aku masih duduk di bangku kelas lima SD. Belum begitu paham apa maksud dari perkataan ayah. Sekarang, aku tercenung mencoba menyelami apa maksud dari nasihat ayah. Kecantikan, mungkin adalah suatu keharusan atau tuntutan yang harus dipenuhi seorang perempuan. Sedangkan kecerdasan adalah suatu anugerah yang harus selalu diasah dan tak pernah berhenti untuk selalu di upgrade dengan belajar.

      Aku ingat, ada sedikit kekhawatiran yang tersirat di mata ayah, ketika aku masih kelas 3 SMP ada seorang laki-laki yang jauh lebih tua dari aku mulai berani ngapel ke rumah. Tak banyak kata yang terlontar dari bibir ayah, hanya seucap kata, “Hati-hati.” Aku manggut-manggut. Umur sebelia itu, gejolak masa puber dan rasa ingin tahu yang besar mungkin tak mampu meredam hasrat yang memuncah. Namun sebuah kata ‘hati-hati’ cukup ampuh membentengi kehormatan dan harga diriku. Dan aku selamat, ketika laki-laki itu mulai berani kurang ajar dalam memaknai kata cinta. Aku berani berkata ‘tidak’ dan segera memutuskan hubunganku dengan laki-laki itu. Aku bukan bunga yang sedang mekar yang ingin cepat-cepat dihisap madunya. Aku sedang bertumbuh, menyeleksi kumbang-kumbang yang benar-benar bisa menjaga kualitas maduku. Menjadikannya madu murni yang berkualitas tinggi. Bukan memporak-porandakannya untuk kemudian mencampakkanku begitu saja. Hedonisme dan petualangan cinta yang dikultuskan. Bukan seperti itu.

      Ayah dimataku adalah seseorang yang bijaksana, pekerja keras, jujur dan sangat protect terhadap anak-anaknya. Ayah selalu mengajarkan tentang kebenaran dan realitas kehidupan yang sesungguhnya. Meskipun ayah tidak pernah bisa memanjakan anak-anaknya dengan limpahan materi. Hidup bersahaja walau kadang penuh dengan kekurangan. Tapi kami sekeluarga bisa merasakan kedamaian, dan kebahagiaan dalam kebersamaan. Dalam kekurangan, ayah masih mengajarkan anak anaknya tentang arti berbagi, tolong menolong dan memaknai rasa syukur. Semua yang telah diberikan oleh Tuhan adalah anugerah yang harus selalu disyukuri. Jangan pernah khawatir akan hari esok karena didepan sana telah terbentang semua apa yang kita impikan bila kita telah mulai merancangnya dari hari ini. Lihatlah burung-burung di udara yang bebas terbang tinggi di angkasa, bertegur sapa dengan alam dan menikmati indahnya alam ciptaan-Nya serta tidak pernah kekurangan. Semua telah disediakan oleh-Nya. Siapa yang menabur, dia akan menuai.

      Ayah selalu memberi teladan bagi anak-anaknya. Tak pernah dia mengeluh sekalipun beban hidup yang sangat berat, menghidupi istri dan kelima anak-anaknya. Ayah tetap semangat menggenjot sepeda tuanya berkeliling menyewakan buku-buku dan komik-komik bacaan. Senyumnya tak pernah lepas dari bibirnya sekalipun lelah menderanya. Kehadirannya senantiasa ditunggu para langganannya yang setia menyewa buku-bukunya. Bahkan dengan ketulusannya, banyak yang simpati kepada ayah dan memberikan bantuan tanpa pernah ayah memintanya. Sampai-sampai ada pasangan suami istri yang ingin belajar tentang agama yang dianut ayah hanya karena melihat cara pandang ayah dalam menyikapi kehidupan. Tanpa pernah ayah menawarkannya. Dan itu semua, di luar kehendak ayah. Yang pasti ayah hanya berusaha menjadi apa adanya tanpa harus menjadi seseorang yang kaya raya, banyak uang, kekuasaan, jika semua harus didapatkan dengan cara tidak hormat. Merampas hak-hak orang lain. Ayah tidak silau dengan segala iming-iming yang hanya akan membuatnya terlena dengan cara tidak halal. Ayah sangat takut akan Tuhan. Sehari-harinya tidak pernah lepas dari doa dan berusaha. Ayah cukup puas dengan hidup apa adanya dan nrimo. Ayah tak pernah malu dengan statusnya walaupun kadang ada beberapa orang yang beranggapan bahwa hidup ayah begitu-begitu saja, tidak berkembang, tidak bisa cari uang dan anggapan sinis lainnya. Ayah tak pernah menghiraukan semua anggapan sinis itu. Selama ayah tidak merepotkan mereka, tidak minta makan mereka, biarlah semuanya berlalu. Ayah tetap berbuat baik kepada semua orang, menebar senyum dan melayani dengan ketulusan hati. Ayah selalu berjuang keras, meskipun usaha kerasnya kadang tidak bisa menutup kebutuhan hidup yang mahal.

      Saat aku kelas 2 SD, aku diumumkan menjadi juara kelas. Betapa bangganya aku saat itu, tak terkecuali ayah. Namun aku sedikit kecewa ketika Ibu Guru tak memperkenankanku membawa pulang buku raport. Aku hanya boleh melihat nilaiku di sekolah karena aku masih nunggak SPP 2 bulan. Ayah merasa sangat bersalah atas peristiwa ini,”Maafkan Ayah belum bisa memenuhi kewajiban bayar SPP, usaha Ayah masih kurang keras,” aku berkaca-kaca. Ayah sudah bekerja sangat keras, tapi uang yang didapat tidak pernah bisa maksimal. Hanya cukup untuk makan sehari-hari itupun dengan lauk yang seadanya. Semua beban keluarga ada di pundak ayah. Kami anak-anaknya yang masih kecil tidak boleh ikut menanggung beban dengan bekerja, kami harus sekolah yang baik dan belajar yang rajin. Dan bersyukur pada Tuhan, prestasi sekolahku dan kakak-kakakku cukup diperhitungkan di sekolah. Dan yang lebih bersyukur lagi, aku mendapatkan beasiswa karena prestasiku, dari SD sampai kuliah.

      Rasanya tak akan habis berlembar-lembar halaman untuk menceritakan betapa aku sangat mengagumi ayahku. Hanya satu kebiasaan buruk ayah. Merokok. Dan rokoknya pun termasuk rokok yang berat karena meracik sendiri dari tembakau dan cengkeh dibungkus kertas cigarette yang dijual eceran di warung. Bisa dibayangkan bagaimana bahayanya. Hingga saat itu tiba. Aku baru saja berulang tahun ke-20 , ketika tiba-tiba ayah sesak nafas. Kami sekeluarga panik, dan segera berinisiatif membawa ayah ke rumah sakit. Dan ayah harus diopname. Diagnosa dokter menyatakan bahwa ayah mengalami pembengkakan paru-paru dan jantung. Kesimpulan yang diambil rokoklah penyebab penyakit ini. Setiap hari aku menjaga ayah di rumah sakit, sepulang dari kuliah. Saat itu hari ketiga ayah diopname, nafas ayah masih dibantu dengan selang oksigen dan tangannya di infus. Wajahnya tampak pucat dan badannya melemah. Kasihan sekali aku melihat ayah. Jam di rumah sakit berdentang tepat jam 12 siang, ketiba tiba-tiba ayah berbicara,”Nduk, ayah akan dipanggil Tuhan, cium Ayah tiga kali,” aku tersentak. Dengan berlinang air mata kucium kedua pipi dan kening ayah. “ Jangan Ayah, aku belum lulus kuliah…,” seruku diantara isak tangisku. “ Tidak apa-apa, terserah Gusti…,” rasanya aku belum siap jika harus kehilangan ayah saat itu. Seharian aku tidak mau beranjak sedikit pun dari ayah, takut apa yang dikatakan ayah menjadi kenyataan. Aku belum bisa membahagiakan ayah, belum bisa menunjukkan kesuksesanku, belum bisa membalas semua pengorbanannya untukku. Kepada ibu, ayah juga mengatakan akan pergi jauh, entah jauh kemana.

      Ayah ingin sekali merokok saat di Rumah Sakit. Jelas kami melarangnya, kami berbohong tidak ada penjual rokok. Penuh harap ayah memohon hanya minta satu rokok saja. Mungkin itu permintaan terakhir ayah yang tidak bisa kami kabulkan, karena dua hari setelah itu, ayah benar-benar dipanggil Tuhan. Sehari sebelumnya, ayah masih bisa mengobrol ketika kemudian tak sadarkan diri, nafasnya tinggal satu-satu. Aku menunggui hingga saat ayah menghembuskan nafas terakhirnya. Begitu cepat dan tanpa kesulitan sama sekali. Dibibirnya tersungging seulas senyuman. Mungkin ayah telah menemukan kedamaiannya bersama Tuhan. Mungkin itu yang terbaik untuk semuanya. Dan aku, ikhlas menjalani semuanya, aku sudah siap kehilangan ayah jika memang telah tersedia tempat yang kekal baginya di surga. Semua penderitaannya di dunia sirna sudah. Banyak yang kehilangan figur ayah. Penjaja buku dan komik keliling itu telah berpulang…

      Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...