Wednesday, May 13, 2009

SUPER DAD

“Nduk, menjadi seorang perempuan itu harus punya kepribadian yang kuat, jangan hanya mengandalkan kecantikan saja, tapi otak harus berisi, cerdas supaya tidak gampang dibodohi, apalagi oleh laki-laki.” Nasihat dari mendiang ayahku terngiang ngiang di telinga. Kala itu aku masih duduk di bangku kelas lima SD. Belum begitu paham apa maksud dari perkataan ayah. Sekarang, aku tercenung mencoba menyelami apa maksud dari nasihat ayah. Kecantikan, mungkin adalah suatu keharusan atau tuntutan yang harus dipenuhi seorang perempuan. Sedangkan kecerdasan adalah suatu anugerah yang harus selalu diasah dan tak pernah berhenti untuk selalu di upgrade dengan belajar.

Aku ingat, ada sedikit kekhawatiran yang tersirat di mata ayah, ketika aku masih kelas 3 SMP ada seorang laki-laki yang jauh lebih tua dari aku mulai berani ngapel ke rumah. Tak banyak kata yang terlontar dari bibir ayah, hanya seucap kata, “Hati-hati.” Aku manggut-manggut. Umur sebelia itu, gejolak masa puber dan rasa ingin tahu yang besar mungkin tak mampu meredam hasrat yang memuncah. Namun sebuah kata ‘hati-hati’ cukup ampuh membentengi kehormatan dan harga diriku. Dan aku selamat, ketika laki-laki itu mulai berani kurang ajar dalam memaknai kata cinta. Aku berani berkata ‘tidak’ dan segera memutuskan hubunganku dengan laki-laki itu. Aku bukan bunga yang sedang mekar yang ingin cepat-cepat dihisap madunya. Aku sedang bertumbuh, menyeleksi kumbang-kumbang yang benar-benar bisa menjaga kualitas maduku. Menjadikannya madu murni yang berkualitas tinggi. Bukan memporak-porandakannya untuk kemudian mencampakkanku begitu saja. Hedonisme dan petualangan cinta yang dikultuskan. Bukan seperti itu.

Ayah dimataku adalah seseorang yang bijaksana, pekerja keras, jujur dan sangat protect terhadap anak-anaknya. Ayah selalu mengajarkan tentang kebenaran dan realitas kehidupan yang sesungguhnya. Meskipun ayah tidak pernah bisa memanjakan anak-anaknya dengan limpahan materi. Hidup bersahaja walau kadang penuh dengan kekurangan. Tapi kami sekeluarga bisa merasakan kedamaian, dan kebahagiaan dalam kebersamaan. Dalam kekurangan, ayah masih mengajarkan anak anaknya tentang arti berbagi, tolong menolong dan memaknai rasa syukur. Semua yang telah diberikan oleh Tuhan adalah anugerah yang harus selalu disyukuri. Jangan pernah khawatir akan hari esok karena didepan sana telah terbentang semua apa yang kita impikan bila kita telah mulai merancangnya dari hari ini. Lihatlah burung-burung di udara yang bebas terbang tinggi di angkasa, bertegur sapa dengan alam dan menikmati indahnya alam ciptaan-Nya serta tidak pernah kekurangan. Semua telah disediakan oleh-Nya. Siapa yang menabur, dia akan menuai.

Ayah selalu memberi teladan bagi anak-anaknya. Tak pernah dia mengeluh sekalipun beban hidup yang sangat berat, menghidupi istri dan kelima anak-anaknya. Ayah tetap semangat menggenjot sepeda tuanya berkeliling menyewakan buku-buku dan komik-komik bacaan. Senyumnya tak pernah lepas dari bibirnya sekalipun lelah menderanya. Kehadirannya senantiasa ditunggu para langganannya yang setia menyewa buku-bukunya. Bahkan dengan ketulusannya, banyak yang simpati kepada ayah dan memberikan bantuan tanpa pernah ayah memintanya. Sampai-sampai ada pasangan suami istri yang ingin belajar tentang agama yang dianut ayah hanya karena melihat cara pandang ayah dalam menyikapi kehidupan. Tanpa pernah ayah menawarkannya. Dan itu semua, di luar kehendak ayah. Yang pasti ayah hanya berusaha menjadi apa adanya tanpa harus menjadi seseorang yang kaya raya, banyak uang, kekuasaan, jika semua harus didapatkan dengan cara tidak hormat. Merampas hak-hak orang lain. Ayah tidak silau dengan segala iming-iming yang hanya akan membuatnya terlena dengan cara tidak halal. Ayah sangat takut akan Tuhan. Sehari-harinya tidak pernah lepas dari doa dan berusaha. Ayah cukup puas dengan hidup apa adanya dan nrimo. Ayah tak pernah malu dengan statusnya walaupun kadang ada beberapa orang yang beranggapan bahwa hidup ayah begitu-begitu saja, tidak berkembang, tidak bisa cari uang dan anggapan sinis lainnya. Ayah tak pernah menghiraukan semua anggapan sinis itu. Selama ayah tidak merepotkan mereka, tidak minta makan mereka, biarlah semuanya berlalu. Ayah tetap berbuat baik kepada semua orang, menebar senyum dan melayani dengan ketulusan hati. Ayah selalu berjuang keras, meskipun usaha kerasnya kadang tidak bisa menutup kebutuhan hidup yang mahal.

Saat aku kelas 2 SD, aku diumumkan menjadi juara kelas. Betapa bangganya aku saat itu, tak terkecuali ayah. Namun aku sedikit kecewa ketika Ibu Guru tak memperkenankanku membawa pulang buku raport. Aku hanya boleh melihat nilaiku di sekolah karena aku masih nunggak SPP 2 bulan. Ayah merasa sangat bersalah atas peristiwa ini,”Maafkan Ayah belum bisa memenuhi kewajiban bayar SPP, usaha Ayah masih kurang keras,” aku berkaca-kaca. Ayah sudah bekerja sangat keras, tapi uang yang didapat tidak pernah bisa maksimal. Hanya cukup untuk makan sehari-hari itupun dengan lauk yang seadanya. Semua beban keluarga ada di pundak ayah. Kami anak-anaknya yang masih kecil tidak boleh ikut menanggung beban dengan bekerja, kami harus sekolah yang baik dan belajar yang rajin. Dan bersyukur pada Tuhan, prestasi sekolahku dan kakak-kakakku cukup diperhitungkan di sekolah. Dan yang lebih bersyukur lagi, aku mendapatkan beasiswa karena prestasiku, dari SD sampai kuliah.

Rasanya tak akan habis berlembar-lembar halaman untuk menceritakan betapa aku sangat mengagumi ayahku. Hanya satu kebiasaan buruk ayah. Merokok. Dan rokoknya pun termasuk rokok yang berat karena meracik sendiri dari tembakau dan cengkeh dibungkus kertas cigarette yang dijual eceran di warung. Bisa dibayangkan bagaimana bahayanya. Hingga saat itu tiba. Aku baru saja berulang tahun ke-20 , ketika tiba-tiba ayah sesak nafas. Kami sekeluarga panik, dan segera berinisiatif membawa ayah ke rumah sakit. Dan ayah harus diopname. Diagnosa dokter menyatakan bahwa ayah mengalami pembengkakan paru-paru dan jantung. Kesimpulan yang diambil rokoklah penyebab penyakit ini. Setiap hari aku menjaga ayah di rumah sakit, sepulang dari kuliah. Saat itu hari ketiga ayah diopname, nafas ayah masih dibantu dengan selang oksigen dan tangannya di infus. Wajahnya tampak pucat dan badannya melemah. Kasihan sekali aku melihat ayah. Jam di rumah sakit berdentang tepat jam 12 siang, ketiba tiba-tiba ayah berbicara,”Nduk, ayah akan dipanggil Tuhan, cium Ayah tiga kali,” aku tersentak. Dengan berlinang air mata kucium kedua pipi dan kening ayah. “ Jangan Ayah, aku belum lulus kuliah…,” seruku diantara isak tangisku. “ Tidak apa-apa, terserah Gusti…,” rasanya aku belum siap jika harus kehilangan ayah saat itu. Seharian aku tidak mau beranjak sedikit pun dari ayah, takut apa yang dikatakan ayah menjadi kenyataan. Aku belum bisa membahagiakan ayah, belum bisa menunjukkan kesuksesanku, belum bisa membalas semua pengorbanannya untukku. Kepada ibu, ayah juga mengatakan akan pergi jauh, entah jauh kemana.

Ayah ingin sekali merokok saat di Rumah Sakit. Jelas kami melarangnya, kami berbohong tidak ada penjual rokok. Penuh harap ayah memohon hanya minta satu rokok saja. Mungkin itu permintaan terakhir ayah yang tidak bisa kami kabulkan, karena dua hari setelah itu, ayah benar-benar dipanggil Tuhan. Sehari sebelumnya, ayah masih bisa mengobrol ketika kemudian tak sadarkan diri, nafasnya tinggal satu-satu. Aku menunggui hingga saat ayah menghembuskan nafas terakhirnya. Begitu cepat dan tanpa kesulitan sama sekali. Dibibirnya tersungging seulas senyuman. Mungkin ayah telah menemukan kedamaiannya bersama Tuhan. Mungkin itu yang terbaik untuk semuanya. Dan aku, ikhlas menjalani semuanya, aku sudah siap kehilangan ayah jika memang telah tersedia tempat yang kekal baginya di surga. Semua penderitaannya di dunia sirna sudah. Banyak yang kehilangan figur ayah. Penjaja buku dan komik keliling itu telah berpulang…

Wednesday, May 06, 2009

METAMORFOSIS

Perjalanan hidup manusia tak ubahnya seperti fase hidup seekor kupu-kupu yang berasal dari telur kemudian menetas menjadi larva dan berkembang menjadi seekor ulat. Selanjutnya ulat “bertapa” menjadi kepompong yang pada akhirnya berhasil menjadi seekor kupu-kupu nan cantik. Sebuah proses yang panjang dan tidak mudah. Butuh perjuangan dan kemauan yang keras. Tak ada istilah instant disini, yang maunya asal jadi dalam waktu yang singkat.

Adalah pilihan hidup kita untuk menjalani fase hidup yang seutuhnya atau sekedarnya saja. Dalam arti, misalnya kita ingin seperti seekor kupu-kupu yang cantik, bisa terbang, dinantikan kembang-kembang, ya kita harus rela menjalani proses metamorfosis yang panjang. Mampukah kita menahan emosi kita saat kita seperti ‘ulat’, banyak orang yang tidak menginginkan kehadiran kita karena ngeri, gila, jijik hanya karena melihat bentuknya saja ? Saat orang lain menghina keberadaan kita hanya karena penampilan yang jelek, ketiadaan uang yang cukup, kepandaian kita yang terbatas, mampukah kita bertahan untuk tetap maju dan memperbaharui hidup kita ?. Anggap saja, saat kita menjadi ulat, orang belum tahu apa yang akan terjadi nantinya. Yang dilihat adalah yang sekarang terlihat. Under estimated, mungkin itu yang bisa membuat orang bahagia.

Sekarang, cukup puaskah kita jika hanya menjadi seperti ulat saja ? Mampu bertahankah kita dengan semua hinaan, ejekan, cemoohan yang memojokkan kita ? Atau kita kemudian bertekad akan menjadi pribadi yang lebih baik dengan merenung, mencoba merefleksikan apa yang menjadi tujuan hidup kita. Seekor ulat pun jika itu ulat sutra, orang mau bilang apa ? Dengan sedikit olahan, benang dan kain sutra menjadi sangat mahal harganya dan menempati kelas exclusive. Ini artinya, sejelek apapun tampilan luar kita jika kita mempunyai kualitas yang bisa diandalkan, maka kita akan banyak dibutuhkan dan bisa menjadi aset yang sangat berharga. Yang paling penting disini, kita bisa melihat potensi diri kita dan mengembangkannya. Apapun itu, jika kita fokus dan berkemauan yang kuat, semua pasti akan menemukan jalan yang terbaik.

Aku punya sedikit pengalaman mengenai hal ini. Waktu aku masih kecil, aku adalah pribadi yang sangat pemalu dan minder. Nggak tahu kenapa, aku begitu takut bertemu dengan orang lain. Seakan-akan aku punya pikiran bahwa orang yang aku temui selalu menganggap aku jelek, dan tidak ada sesuatupun yang bisa aku banggakan. Jika ada tamu yang berkunjung ke rumah, aku selalu sembunyi di dalam kamar. Aku merasa takut untuk diabaikan. Jangan-jangan nanti aku dicuekin, atau ditanya-tanya yang aku tidak bisa menjawab dan segala ketakutan yang aku ciptakan sendiri. Kebiasaan jelek ini berlangsung cukup lama hingga aku ketemu dengan seseorang yang sangat respect dan memandang positif diriku secara apa adanya. Mulai saat itu percaya diriku tumbuh dan menyesali betapa bodohnya aku dengan pikiranku sendiri. Berapa kesempatan, peluang yang terbuang sia-sia hanya karena aku sibuk dengan pikiran jelekku yang belum tentu orang lain berpikiran sama denganku. Dari situ, aku mulai bertekad untuk mengembangkan kepribadianku lebih baik lagi. Anggap saja masa perenunganku adalah masa ‘kepompong’ untuk menjadi kupu-kupu yang sangat indah.

Menjadi seperti kepompong, adalah sebuah pilihan yang sangat sulit. Tertutup rapat, menutup diri dari dunia luar, merefleksikan diri dan tahan dari godaan lapar, hiburan dan segala macam hal yang biasa kita lakukan. Sangat berat. Dibutuhkan kekuatan yang luar biasa untuk itu. Hanya dua pilihan yang akan terjadi, berhenti atau terus. Saat berhenti, kepompong akan menjadi kering dan mati lalu bukan apa-apa lagi bahkan lebih memalukan dari seekor ulat, yang berarti adalah sebuah kemunduran. Namun jika terus, lihatlah apa yang terjadi. Seekor kupu-kupu nan elok. Buah dari kerja keras. Tak henti pujian akan deras mengalir, kehadirannya sangat dinanti-nanti untuk menyemarakkan suasana, dan dirindukan bunga-bunga untuk membantu penyerbukannya. Hmm..indah bukan ? Ingatkah orang-orang bahwa kita dulu adalah seekor ‘ulat’ ? Orang cenderung akan melihat hasil akhir saja, mereka tak mau tahu tentang proses. Mereka sudah lupa dengan hinaan yang pernah mereka lontarkan kepada seekor ulat. Saat ini mereka hanya sibuk memuji seekor kupu-kupu cantik yang terbang kesana-kemari. Terbuaikah kita dengan pujian itu sehingga kita akan terbang tinggi dan tak mau menginjak bumi lagi yang pernah letih ditapaki saat menjadi ulat dan kepompong ? Entahlah, semuanya terserah kepada Anda. Semua pilihan, ada di tangan Anda.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...