Wednesday, April 29, 2009

FINALLY I FOUND YOU

Astaga..nggak salah nih, kubelalakkan mataku untuk meyakinkan diriku bahwa semua ini nyata. Bukan mimpi. Dirimu ada di facebook ini sebagai teman dari Mella sahabatku, berpose lengkap dengan istri dan anakmu. Hm..kamu sudah menjadi suami dan ayah rupanya. Lama kupandangi foto dirimu yang tampak bahagia dalam keluarga barumu. Rupanya ini jawaban atas pencarianku tentang keberadaanmu selama ini. Sebelumnya aku ragu-ragu bisa mengetahui tentang kabar terakhirmu di dunia maya ini. Maklum, waktu dulu kamu sangat anti dengan hal-hal yang berbau internet. Nggak tahu kenapa, saat teman-teman pada sibuk bikin email, kamu adem ayem saja. Pun ketika semua pada sibuk ber-chating ria kamu tetap tak bergeming. Orang yang aneh. Seolah kamu tak bisa tersentuh oleh teknologi jaman. Kamu tetap menikmati hidup manualmu yang apa adanya, nrimo dan sederhana. Tak peduli omongan orang-orang tentangmu yang ketinggalan jaman. “Aku hidup di dunia nyata, bukan dunia maya,” begitu jawabmu selalu jika ada yang bertanya kenapa. Dan sekarang, mungkin kamu punya alasan khusus yang membuatmu ikut-ikutan demam facebook. Sungguh kemajuan yang luar biasa.

Hfff…aku menghela nafas panjang. Masih belum percaya bisa menemukanmu, walau itu baru fotomu. Aku tidak mengenal siapa istrimu. Bukan teman kuliah dulu. Entah siapa, cukup cantik juga. Tak sadar kupandangi diriku di cermin, mencoba membandingkan cantik mana istrimu dengan aku. Jelas beda tipe dong, hiburku sendiri. Anakmu laki-laki lucu dan tampan, perpaduan antara wajahmu dan istrimu. Mungkin umurnya baru satu tahun. Bagaskara Utama. Kamu memakai nama aslimu, memudahkanku untuk mengenalimu.

Aku hampir meng-klik add friend, ketika tiba-tiba aku merasa ragu. Mungkinkah kamu masih mengenaliku ? Ataukah kamu akan menolakku mentah-mentah dengan meng-klik ignore ?. Masih marahkah kamu padaku ? Berbagai pertanyaan seketika menyeruak mempertegas rasa penasaranku. Ah..apapun yang akan terjadi, terjadilah. Nekad ku klik add friend, mengalahkan rasa gengsiku yang besar selama ini. Toh aku hanya ingin menjadi temanmu, mengetahui kabarmu di dunia maya ini. Sebelumnya, aku pernah menjadi lebih dari sekedar teman di dunia nyata, dulu. Semua telah berlalu. Kugelengkan kepalaku. Kuyakinkan diriku bahwa rasa cinta yang pernah ada untukmu telah mati. Bahkan telah lama mati. Jauh sebelum aku menemukanmu. Aku akan menunggu apa jawabanmu tentang penawaranku. Menjadi teman kembali, menarik bukan ?


Seminggu kemudian, pukul 10.10 WIB

Daftar notifikasi-ku menyatakan bahwa kamu telah accepted aku sebagai temanmu. Jantungku berdebar cukup keras akan peristiwa ini. Tak ada pesan darimu. Begitu saja ? Tak ada sapaan, ungkapan kegembiraan atau rasa surprise telah menemukanku ? Memang, waktu aku mengajakmu berteman, tidak kusertakan pesan apa-apa, tapi apakah kamu juga harus membalas dengan perbuatan serupa ? Kecewa..ya, aku sedikit kecewa. Ingat, hanya sedikit saja. Tak terlalu mempengaruhi suasana hatiku seharian ini. Masih panjang, waktu masih jam 10 pagi, masih ada 14 jam hingga jam 12 malam nanti. Paling tidak, kamu masih mau menerimaku sebagai teman. Cukuplah aku mengetahui keberadaanmu, keseharianmu dan kabarmu dari hari ke hari. Iseng ku update statusku hari ini : Kecewa…sedikit kecewa…Sambil menunggu comment yang masuk, kubuka-buka profilmu, foto-fotomu, wall-mu…tak banyak yang berubah sebenarnya, kamu tetap sederhana seperti dulu, nggak pernah neko-neko. Istrimu pun bukan tipe wanita yang suka dandan, polos dengan kecantikan alaminya. Mungkin wanita seperti itu yang kamu suka, beda denganku yang sudah mengenal make up, salon dan segala macam perawatan diri wanita modern terkini.

Dulu, kita memang pernah pacaran saat masih sama-sama kuliah di Yogya. Kita beda fakultas tapi satu universitas. Ketemu saat kita berada dalam satu UKM kampus, pecinta alam. Kamu menyatakan perasaanmu saat kita dan teman-teman mendaki gunung Lawu. Saat itu tiba-tiba saja kita terpisah dari rombongan dan tinggal kita berdua yang tersesat. Betapa paniknya aku saat itu, tapi ketenanganmu membuatku merasa aman berada disampingmu. Kamu menceritakan banyak hal tentangmu, keluargamu, kesenanganmu, hobbymu, cita-citamu bahkan keinginanmu untuk selalu bisa berada dekat denganku. Saat itu aku cukup terkejut mendengar pengakuanmu yang spontan. Beberapa saat aku tidak mampu berkata-kata ketika tiba-tiba kamu menciumku dan aku tak kuasa untuk menolaknya. Dinginnya udara gunung saat itu menjadi saksi bisu akan apa yang terjadi diantara kita. Indah untuk dikenang. Tak kuasa aku menahan derai air mata jika mengingat semua kenangan itu. Cepat-cepat kuhapus air mataku dan kutepis bayanganku tentangmu. Kualihkan pandanganku kembali ke status update-ku. Ada tiga comment yang masuk. Dari Deni : Kenapa ra, kecewa ma gue ?, Ira : Kayak lagu dangdut aja, kecewa …karena cinta…, Yudi : Gak nyangka, kamu bisa kecewa juga toh, kirain gak punya perasaan hehe…just kidding.. Aku bersyukur punya sahabat yang cukup perhatian seperti mereka. Sangat menghibur suasana hatiku yang lagi galau. Kubalas comment mereka dengan ucapan terima kasih. It make me to smile.

Hari demi hari kutulis update status, tak ada satupun yang kamu komentari. Selalu orang lain yang mengomentari. Kenapa ? Takut istrimu cemburu ? Cerita nggak kamu ke istrimu kalau aku mantanmu dulu ? Apa kamu memang sudah lupa padaku, meskipun dengan nama lengkapku dan fotoku ? Amnesia-kah kamu ? Aku jadi sibuk bertanya-tanya sendiri. Atau memang kamu telah menjelma menjadi manusia yang sombong, pura-pura tidak kenal atau apalah. Memang kamu jarang meng-update statusmu dan jarang on line, tapi pernah suatu ketika kita sama-sama on line tak ada sedikit pun keinginanmu untuk chatting denganku. Padahal kata-kata,” Hai, apa kabar ?”, sudah cukup bagiku. Very enough. Gemas sekali rasanya. Atau jangan-jangan…entahlah, yang pasti sekarang aku bukanlah siapa-siapamu. Aku hanyalah bagian dari masa lalumu. Bukan hakku untuk kembali mengusik masa depanmu, apalagi telah ada seseorang yang telah memberimu anak. Bukankah cintaku untukmu telah mati ? Untuk apa aku masih berharap ? Aku tidak tahu, hanya aku merasa sia-sia menunggu kedatanganmu, berkeyakinan kamu akan kembali hingga tega kutolak beberapa pinangan dari pria lain. Hingga kini. Aku masih sendiri. Menikmati lelahku menunggumu. Entah sampai kapan, yang pasti aku cukup bahagia bisa melihatmu kembali walaupun hanya melalui kotak kecil ini.

Friday, April 24, 2009

GIGI PALSU

Dimuat di Gado-gado Majalah Femina Edisi 23-29 Januari 2010
Gigi. Bagian mulut satu ini memang multifungsi. Mau makan, pakai gigi. Mau senyum terlihat lebih indah, tunjukkan gigi. Mau protes, unjuk gigi. He..he.. yang terakhir sih tidak termasuk kriteria fungsi gigi.
Nah, bagaimana pun bentuk gigi, sudah menjadi kewajiban kita untuk merawatnya. Gosok gigi, ke dokter gigi, menghindari makan makanan jangan terlalu panas atau dingin secara bersamaan, terlalu masam atau terlalu manis merupakan macam-macam cara untuk merawat gigi supaya sehat nggak gampang sakit..
Lalu bagaimana jika sudah dirawat sedemikian rupa masih juga menderita sakit gigi ? Walaupun ada lagu dangdut yang menyatakan lebih baik sakit gigi daripada sakit hati, tetap saja yang namanya sakit gigi bikin sengsara orang.
Contohnya ibuku. Berhari-hari merintih merasakan giginya yang senut-senut. Mau dibawa ke dokter gigi tidak mau. Alasannya takut giginya dicabutlah, takut disuntiklah, macam-macam saja alasannya. “Lha daripada sakit terus menerus mendingan ke dokter gigi, to Bu, sakit sebentar habis itu sakitnya hilang,” kataku membujuk. Tetap saja tidak mau. Ibuku lebih memilih minum obat pereda sakit gigi yang bisa dibeli di apotek. Sama saja, selama minum obat memang sakitnya hilang, tapi setelah obatnya habis, sakit giginya kambuh lagi.
Akhirnya aku tak tahan lagi, dokter gigi yang juga temanku waktu SMA langsung aku datangkan ke rumah.tanpa sepengetahuan ibu. Begitu tahu temanku yang dokter gigi itu ke rumah, mau tak mau akhirnya ibuku pasrah untuk di periksa giginya. Nggak enak, katanya temanku sampai bela-belain datang hanya untuk memeriksa ibu. Padahal jam terbangnya sebagai dokter gigi bisa dibilang cukup tinggi. Dan setelah diperiksa ternyata memang gigi ibu ada yang harus dicabut dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, gigi itu ada di bagian depan. Ha..ompong dong jadinya ? Ibuku sempat histeris. “Tenang, Bu..kan ada gigi palsu,” kata temanku.
Jadilah ibuku bergigi palsu di usia 55 tahun. Wajarlah..Uniknya, gigi ibu bisa dilepas untuk dibersihkan kemudian dipasang lagi. Nah, ritual melepas dan memasang gigi inilah yang kadang bikin ibu lupa. Sudah berhahahihi sama tetangga nggak taunya setelah di rumah baru sadar kalau giginya dicopot dan lupa belum dipasang lagi. Aduh, malunya ibuku. Pantesan, ibu-ibu tetangga pada senyum-senyum penuh arti mengetahui ibuku yang ompong.
Suatu hari, ibuku marah-marah tidak karuan merasa kehilangan gigi palsunya. Semua orang rumah ditanyai melihat gigi palsunya apa enggak. Semua menggeleng, wong biasanya juga disimpan ibu sendiri. Mau tak mau semua orang rumah ikut sibuk mencari diiringi omelan ibu yang tiada henti, dari tempat ibu biasa menyimpan, sampai ke ruang-ruang sempit yang ah..bisa dibayangkan sendiri bagaimana repotnya mencari sepotong gigi dalam rumah. Ibaratnya bagai mencari jarum dalam jerami. Ibuku tambah senewen ketika waktu berlalu tanpa hasil. Aduh, kenapa ibu mulai ada gejala pikun sih, belum juga umur 60 tahun. Naruh barang sendiri, lupa sendiri, marahin orang lain lagi.
Kalau sudah ngomel-ngomel begini suasananya jadi tidak enak. “Diingat-ingat dong, Bu..terakhir kali disimpan dimana ?”, tanyaku gemas. “Seingat ibu sih ditaruh di meja, tadi kan ibu habis makan daging, karena dagingnya alot terus ibu lepas gigi palsu ibu, ditaruh di meja tamu diatas tissue. Ibu tinggal cuci tangan sebentar kok sudah nggak ada,.” kata ibuku sambil kepalanya masuk ke kolong meja yang sempit. Barangkali gigi palsu ibu terjatuh ke kolong. Tapi nihil. Gigi palsu itu raib entah kemana. “Masak, sih Bu..memang ada pencuri gigi palsu ? Wong gigi palsu ibu juga bukan gigi emas. Kalaupun emas, nggak ada yang mau ambil, dah kegelian sendiri.” Ibuku tambah sewot.
Merasa tidak berhasil mencari di dalam rumah, ibu ke teras rumah. Aku tidak berniat mengikutinya. Tak lama kemudian ibuku menjerit memanggil namaku. Tergopoh-gopoh aku keluar dan menyaksikan ibuku sedang memarahi Daco, anjing kesayangan kami. “Lihat, gigi palsu ibu dimakan Daco dikira tulang. Habis bau daging sih…” Aku tak kuasa menahan tawa melihat gigi palsu ibu telah menjadi serpihan-serpihan kecil karena ulah Daco. Ibuku yang tadinya marah jadi ikut tertawa terbahak-bahak.. Ternyata pencurinya anjing kesayangan kami sendiri. Ada-ada saja.

Thursday, April 23, 2009

DAILY

Hidup ini..sebenarnya kalo dipikir-pikir kita hidup untuk apa sih ? Bingung juga ya kalo harus segera menjawab. Pasti kita butuh waktu untuk mencari jawabannya, merenungkannya. Begitu kompleks yang kita cari dalam hidup ini.

Menikmati hidup. Mungkin hal itu menjadi salah satu tujuan kita. Lha iya to, kita hidup untuk dinikmati bukan untuk menjadikan kita "mati", dalam arti berdiam diri tanpa berbuat apa-apa. Masalahnya, kadang kita nggak ngerti apa yang harus kita nikmati.
Setiap hari, kita beraktivitas menurut profesi kita yang beragam. Kita merasa hal itu menjadi rutinitas yang kadang sangat membosankan. Kita seperti hanya menjalankan hukum alam yang berlaku.
Lahir, dibesarkan, sekolah, lulus, kerja, menikah, punya anak dan tiba-tiba saja kita sudah menjadi orang tua yang harus bertanggung jawab menafkahi anak-anak kita.
Waktu habis untuk mencari uang. Begitu dominannya uang dalam hidup kita sehingga kadang kita lupa dengan sosialisasi misalnya. Seakan waktu 24 jam tidak akan pernah cukup dilalui dalam satu hari....
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...