Thursday, December 10, 2009
DILEMA
Saturday, September 26, 2009
METAMORFOSIS JUDITH
“Aduh, Judith beda sekaliiiii….diapakan mukanya ?,” kata Dian.
“Judithhhhh…kamu beda sekali sekarang ? Ayuuuuuu….,” kata Windy.
“Hah, ini Judith ???…Nggak mungkin…pangling banget..hampir nggak recognize lagi, beneran ini Judith ????,” kata Fanie.
“Kok fotomu beda sama jaman SMA dulu ?,” kata Dedy.
Dan masih banyak komentar serupa yang intinya menyatakan ketidakpercayaannya bahwa Judith sudah menjadi cantik sekarang. Apalagi, banyak teman pria dari masa lalunya yang mengajak kenalan mengira Judith adalah teman baru. Astaga…begitu besarkah perubahan yang terjadi pada dirinya ? Gila,..Judith tidak menyangka respon yang diterimanya akan seheboh ini. Sampai-sampai Judith harus mengernyitkan kening menyadari teman-temannya yang dulu cukup dikenal dengan baik, sekarang sudah tidak mengenalinya lagi.
Akibatnya, kesibukan Judith bertambah untuk membalas pesan-pesan yang masuk di daftar inbox-nya. Belum lagi harus confirm friend request yang jumlahnya puluhan setiap harinya. CK..ck..ck…hampir menyamai seorang artis yang lagi naik daun ! Tiba-tiba saja banyak sekali orang-orang baru yang belum dikenal Judith add friend. Luar biasa, ngetop tanpa audisi, hanya berbekal foto yang eksklusif!
Judith menikmati kegiatan barunya ini. Tak disangka, kehadirannya di facebook memberikan warna tersendiri bagi orang lain. Dan ini menjadi hiburan bagi Judith. Menyenangkan, walaupun ada sedikit kekecewaan ketika dirinya dikenal sebagai sosok Judith yang lain. Bukan yang dulu lagi.
Tiba-tiba ingatan Judith melayang pada masa lalunya. Seorang gadis kecil yang lusuh, dengan rambut yang tipis berwarna kemerahan karena terlalu sering terjemur sinar matahari, berjalan tanpa alas kaki diatas jalanan beraspal panas, yang di kanan kirinya terhampar kebun tebu. Seringkali kakinya berjinjit untuk mengurangi rasa panas di kakinya. Tangannya menjinjing sepasang sandal jepit yang putus. Sengaja sandal itu dibawanya karena akan diperbaiki oleh ayahnya di rumah nanti.
Siang yang terik telah mengantarkan gadis kecil itu ke sebuah rumah kecil dari bambu di tengah sawah. Tempat tinggalnya. Ayahnya sedang mencangkul hendak menanam pohon singkong.
”Ayah, sandalnya putus lagi…”. Ayahnya menghentikan kegiatan mencangkulnya, kemudian memperhatikan puterinya dan sandalnya.
“Ya, nanti ayah perbaiki. Taruh di situ dulu..” Gadis kecil itu menurut. Bergegas dia masuk ke dalam rumah yang lebih tepat disebut gubug. Tak berapa lama dia telah terhanyut dalam kegiatan rumah tangga yang menumpuk. Mencuci pakaian, menyapu, bersih-bersih, mencuci piring dan kegiatan fisik lainnya yang seakan tak pernah henti untuk dikerjakan.
Ibunya tak terlihat siang itu, karena sudah dua hari bekerja sebagai tukang cuci di rumah seorang kaya yang punya kost-kostan. Semua pekerjaan dijalani demi menyambung hidup. Harus bekerja keras menjalani kehidupan yang keras. Sudah semestinya jika Judith yang mengganti tugas ibunya sehari-hari di rumah. Pagi hari Judith pergi ke sekolah, sepulang sekolah hampir tak ada lagi waktu untuk bermain, selalu dihabiskan untuk bekerja membantu ibunya. Jika sore menjelang, kegiatannya mengisi lampu teplok dengan minyak tanah. Tak ada listrik di tempat tinggalnya. Tak jarang tangannya terkena tumpahan minyak tanah dan berbau. Di malam hari, seringkali Judith terkantuk-kantuk belajar ditemani lampu teplok yang remang-remang.
Hhh..Judith mendesah dalam lamunannya. Air matanya hampir saja tumpah jika dia tak segera menyekanya. Masa kecil yang sangat sulit. Tapi untunglah tidak membuatnya putus asa dan berkecil hati untuk mencapai kehidupan yang lebih baik seperti sekarang. Life must go on, apapun yang terjadi. Dan Judith bangga dengan didikan kedua orang tuanya yang walaupun tidak bisa memanjakan dengan limpahan materi, tapi selalu berpikiran positif dan selalu penuh harap untuk maju dan berkembang. Hidup adalah perjuangan. No pain no gain.
Judith kecil adalah seorang gadis yang pendiam. Lebih tepatnya pemalu. Bahkan cenderung ke arah minder atau rendah diri. Setiap kali ada teman kakak laki-lakinya yang bermain ke rumahnya, Judith lebih betah mengurung diri di dalam kamar dan menguping diam-diam apa yang sedang mereka perbincangkan. Entahlah, Judith merasa lebih aman bersikap demikian daripada dia harus menampakkan batang hidungnya di depan semua laki-laki teman kakak-kakaknya. Kakak Judith ada empat orang, laki-laki semua dan Judith adalah bungsu di keluarganya sekaligus anak perempuan satu-satunya. Bisa dibayangkan, jika ada teman laki-laki kakaknya selama beberapa jam di rumahnya, selama itu pulalah Judith bersembunyi. Sebenarnya Judith ingin bisa bergaul dengan mereka, tapi perasaan takut diabaikan lebih kuat menguasai dirinya. Judith merasa dirinya adalah seorang gadis yang jelek, miskin dan tidak punya kelebihan apa-apa. She is just nothing. Poor of Judith.
Keadaan itu berbanding terbalik dengan kehidupan Judith di sekolah. Hampir semua murid mengenal Judith karena hampir setiap penerimaan raport, nama Judith selalu tertera sebagai tiga besar di kelasnya bahkan menjadi Juara Umum di sekolah pun pernah diraihnya saat duduk di bangku SMP. Semua orang mengenalnya sebagai sosok yang sangat sederhana dan tidak pernah neko-neko. Di kalangan guru-guru sekolahnya, Judith termasuk murid yang disayang karena kepandaiannya. Tak mengherankan jika setiap ada lomba mata pelajaran antar sekolah, Judith selalu dipercaya untuk mengharumkan nama sekolahnya.
Dan yang lebih mencengangkan, Sang Kepala Sekolah, saat berpidato di depan murid-muridnya dalam upacara bendera, pernah mengatakan bahwa Judith adalah murid yang patut dicontoh, karena dalam keterbatasan, belajar hanya ditemani lampu teplok, Judith mampu menunjukkan prestasinya di sekolah. Judith hanya tertunduk malu mendengar pidato Kepala Sekolahnya. Tidak menyangka akan mendapat pujian seperti itu. Selama ini Judith merasa dirinya bukan apa-apa. Bagaimana mungkin jika dirinya ternyata bisa menjadi inspirasi buat orang lain ? Terlalu berlebihankah ?
Judith menepis bayangannya, mencoba kembali tenggelam dalam situs gaulnya di internet, facebook. Ada satu nama pria yang cukup membuatnya penasaran. Beberapa hari ini pria itu rajin sekali mengirim pesan kepada Judith. Awalnya salam kenal, kemudian ucapan salam entah selamat pagi, siang, malam, tak henti-hentinya. Atau hanya sekedar menanyakan lagi apa, sudah makan atau belum dan bentuk perhatian lainnya. Pada awalnya Judith senang-senang saja diperhatikan seperti itu, tapi lama kelamaan Judith cukup terusik dengan perhatiannya yang terlalu berlebihan. Sepertinya pria itu belum menyadari sepenuhnya siapa Judith sebenarnya. Tapi Judith tahu, pria ini adalah seseorang yang pernah mengisi lembaran buku hariannya dulu. Semasa Judith belum seperti sekarang.
Judith memandang wajahnya di cermin, mencoba mengamati beberapa perubahan yang terjadi. Semuanya sama, masih sama seperti dulu, tapi kenapa banyak orang tak mengenalinya lagi ? Hidungnya, matanya, bibirnya, semuanya masih asli, tak ada yang dioperasi. Mungkin rambutnya yang sudah berganti menjadi potongan rambut terkini dan tersentuh cat rambut dari merk terkenal. Atau alisnya yang sekarang sudah tersentuh oleh pensil alis. Matanya yang sudah terpulas eye shadow. Pipinya yang merona oleh blush on. Bibirnya yang terwarnai lipstick. Kulitnya yang tampak terawat.
Hanya itu. Tak ada perubahan yang lain. Tapi cukup sukses membuat orang-orang di masa lalunya tak percaya bahwa dia adalah Judith yang dulu, seorang gadis kecil yang kumal, yang rambutnya selalu kusut, yang harus bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dicita-citakannya.
Judith kecil yang telah kenyang oleh hinaan dan cemoohan hanya karena orang tuanya tidak mampu. Seorang Judith kecil yang hanya bisa berdiri di sudut sekolah ketika teman-temannya berlarian jajan di kantin sekolah. Judith yang tak mampu menjawab ketika ditanya temannya,” Uang sakumu berapa ?.” Bisa makan dua kali dalam sehari saja, sudah untung.
Pengalaman Judith yang tak pernah bisa selalu meminta uang kepada orang tuanya, membuat Judith bertekad untuk mencari uang sendiri. Apapun dijalaninya untuk mendapat uang termasuk uang untuk biaya sekolah. Judith malu setiap kali harus nunggak SPP hingga beberapa bulan. Sampai-sampai pernah raport Judith ditahan, tidak boleh dibawa pulang, hanya boleh dilihat di sekolah. Hanya karena belum bisa membayar SPP. Padahal saat itu Judith mendapatkan ranking satu. Betapa perihnya hati Judith saat itu.
Syukurlah, karena prestasinya yang bagus di sekolah, Judith selalu mendapatkan beasiswa hingga bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Selain itu Judith mencoba peruntungannya berjualan kartu nama, berjualan bunga saat ada wisuda, dan menjalankan bisnis parcel saat hari raya bersama dengan teman-temannya. Semua dijalani Judith dengan penuh semangat. Uang yang diperolehnya ditabung, bahkan bisa memberi kepada orang tuanya. Betapa bangganya Judith bisa membahagiakan orang tua dan mengangkat derajadnya.
Selepas menjadi Sarjana, Judith mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan besar dengan posisi yang cukup diincar banyak orang. Lambat laun rasa rendah dirinya telah menjelma menjadi rasa percaya diri yang hebat. Bahkan Judith menjadi sosok yang humoris, ceria dan lebih bijak dalam menyikapi kehidupan ini. Sehingga kesuksesan demi kesuksesan berhasil diraih Judith dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Pengalaman hidup mengajarinya tentang banyak hal. Adalah pilihan Judith untuk menjadi yang terbaik untuk dirinya sendiri dan orang lain. Uang bukan lagi menjadi masalah. Judith bisa membeli apa saja sekarang. Bahkan mampu merombak habis penampilannya.
Proses metamorfosis baru saja dialami Judith. Dari kepompong menjadi kupu-kupu. Pria model manapun tak akan kuasa menolak Judith . Sekarang begitu banyak pria berebutan mencari perhatiannya. Sedangkan dulu, satu pria pun sangat sulit didapatkan. Judith mensyukuri semuanya sekaligus takjub atas perubahan yang dialaminya..
Namun apakah ini yang dicari Judith selama ini ? Berapa kali Judith harus meyakinkan kepada teman-temannya dulu bahwa dirinya adalah benar-benar Judith ? Berapa banyak tanggapan tidak percaya bahkan anggapan bahwa Judith hanya mengada-ada ?
Atau haruskah Judith berterus terang kepada pria yang selama ini gencar memburunya bahwa dirinya adalah Judith kecil yang saat itu sangat mengagumi dirinya, tapi dia tak menganggapnya sama sekali ? Pria tampan bernama Bagus Wicaksono yang beberapa tahun lalu selalu menghiasi mimpi-mimpi Judith ? Bagus yang tak lain adalah teman kakaknya yang sering main ke gubugnya dulu, tapi Judith hanya mampu mengintip dari bilik bambu dengan hati berdebar-debar, dan menguping pembicaraannya dengan kakaknya?
Judith menghela nafas panjang. Sekarang semuanya begitu mudah untuk didapatkan, tapi kenapa Judith tidak bisa memutuskannya ? Judith menggeleng, tak tahu harus berbuat apa. Judith merasa dirinya telah menjadi orang lain, bahkan dirinya sendiripun tidak mengenalnya lagi. Dan Judith tidak bisa menjawab apakah dia bahagia atau tidak dengan perubahan ini, sekalipun pria yang pernah dikaguminya telah menawarkan hatinya. Judith hanya takut dan ragu-ragu, semuanya akan hilang jika dia berlaku jujur akan masa lalunya kepada pria bernama Bagus itu…
Saturday, August 29, 2009
MERDEKALAH AKU....
Penjajah yang terbesar dalam hidupku adalah pikiranku sendiri. Terutama pikiran yang jelek, negatif dan melemahkan kekuatanku. Salah satunya adalah minder alias rendah diri. Tempo doeloe, aku adalah seorang minder sejati. Aku selalu berpikir bahwa aku adalah seorang yang jelek, miskin, tidak punya sesuatupun yang bisa dibanggakan. Dan parahnya, aku menganggap bahwa orang lain juga punya pikiran yang sama tentang diriku ! Yang terpikir hanya jelek..jelek dan jelek saja.
Aku tidak tahu pasti bagaimana awalnya aku bisa punya pikiran seperti itu. Yang pasti, aku jadi takut bertemu orang, malu untuk bergaul dan tidak tahu harus berbuat apa ketika harus berhadapan dengan orang. Canggung dan kaku. Sehingga kesan yang ditangkap dariku adalah seorang yang sombong. Padahal, bagaimana mungkin bisa sombong jika tidak tahu yang harus disombongkan. Aku tidak menyapa orang karena aku malu. Aku takut diabaikan orang lain, sehingga aku hanya bisa diam dan lebih senang menghindari banyak orang daripada harus terlibat dalam pembicaraan yang mungkin tidak bisa aku ikuti. Aku selalu takut dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tidak bisa aku jawab. Yang pasti, aku tidak siap menghadapi semuanya.
Hingga suatu ketika, saudaraku dari
Yang pasti, semenjak ungkapan positif tentang diriku itu, aku jadi rajin berkaca dan mencoba membuktikan apakah memang benar aku cantik. Kulihat mataku yang selama ini kuanggap jelek, ternyata bening dan sayu. Hidungku yang kuanggap pesek ternyata tidak pesek-pesek amat, masih agak mancung ujungnya, jidatku yang nong-nong ternyata tidak berjerawat, bibirku yang tebal ternyata ada sisi sexynya, dan aku mulai menilai-nilai bagian wajahku yang ternyata tidak jelek-jelek amat. Kucari nilai-nilai positif di dalamnya dan aku jadi bangga dan bahagia menjadi diriku. Aku mensyukuri semuanya dan mulai membenahi pikiranku yang negatif selama ini. Aku mulai bisa tersenyum, dan mencintai diriku apa adanya. Semuanya telah tercipta dengan indahnya oleh Tuhan, kenapa aku bisa membencinya selama ini ?
Ternyata rugi sendiri memelihara pikiran jelek. Kalau dihitung-hitung berapa kerugian waktu yang dihasilkan dari pikiran seperti itu ? Kesempatan yang hilang percuma, hanya karena sibuk berandai-andai saja..Seandainya aku bukan anak orang miskin, seandainya saja wajahku secantik Luna Maya, seandainya aku seorang yang berani, dan seandainya yang lain-lain.
Aku ingat, kepercayaan diriku mulai tumbuh, saat aku beranjak di bangku SMP. Ketika aku mulai memasuki dunia baru, banyak orang yang bisa menerima diriku apa adanya tanpa melihat aku anak seorang yang tidak mampu. Lambat laun, aku mulai menemukan bahwa aku suka sama hal-hal yang lucu yang bisa membuat aku dan orang lain tertawa. Aku mulai berani mengekspresikan diriku dan menyatakan keeksisanku.
Dan ternyata semakin banyak orang yang mau berteman denganku. Senangnya bergaul dengan banyak orang. Dan aku tidak malu-malu lagi saat diajak berbicara. Banyak hal yang bisa aku petik dari pembicaraan dengan orang lain. Semuanya sangat menyenangkan. Dan semua peluang terbuka dari
Aku mulai menyadari bahwa tiap pribadi adalah unik. Tak ada yang sempurna tapi bagaimana cara kita memandang hidup kita secara sempurna. Sempurna menurut versi kita sendiri. Dan itu relatif, sempurna menurutku, belum tentu sempurna menurut orang lain. Yang terpenting adalah bagaimana kebahagiaan itu bisa kita dapatkan. Tak ada lagi penjajahan dari pikiran sendiri. Semua bisa maju dan berkembang…
Thursday, July 23, 2009
MY FIRST ONLINE EXPERIENCE
Sunday, July 12, 2009
A LETTER FOR GOD ON MY BIRTHDAY
Friday, July 03, 2009
Misteri Angka "69"
- Angka yang akan selalu sama jika mengalami rotasi / perputaran 180 o
- Merupakan angka keseimbangan "Yin dan Yang"
- Angka favorit untuk posisi bercinta, dalam bahasa Perancis disebut "soixante-neuf" (tidak usah pake gambar juga udah jelas)
- Angka sederhana yang muncul dari "Bola Tenis"
- Angka 6 dan 9 jika digabung menjadi angka 8 yang melambangkan “Kesuksesan”
- Angka 69 x 9 = 621, dan bila dijumlahkan 6 + 2 + 1 = 9
- Angka 6 menyerupai tunas kelapa yang merupakan “Awal mula kehidupan pohon serba guna”
- Angka “666” adalah lambang “Setan”
Monday, June 29, 2009
CATATAN SI YUL
Dear Diary,….
He..he..he…sebenarnya umur segini udah nggak pantes nulis-nulis di diary, tapi gimana ya, namanya orang kepingin..daripada nanti ngeces… ? Istilahnya nostalgia gitu loh, secara jaman dulu hobbynya nulisin diary. Macamnya diary pun ada dua, yang ada tanggalnya buat sehari-hari dan diary yang wangi nan cantik khusus buat momen-momen tertentu. Maksudnya sih penjabaran dari isi diary harian, yang lebih detail tapi temanya dipilih. Hmm..enaknya sekarang nulis apa ya ? Gimana kalo tentang cita-cita ? Boleh, deh..atur aja…
Menurut Mr. Mario Teguh, cita-cita adalah tujuan atau target yang ingin kita capai disertai dengan tanggal kapan kita bisa mencapainya. Semacam keinginan kejar tayang gitu, hehe..kayak sinetron aja ya..? Tapi kejar tayang disini bukan berarti instant, asal jadi dan ‘kesusu’ kalau orang Jawa bilang lho..,yang dimaksud adalah proses dari pencapaian itu sendiri ada masa expired-nya.
Contohnya, masa kuliah yang normal untuk S1 adalah 5 tahun, kalau lebih dari itu berarti kita expired mencapai gelar S1 walaupun lulus juga akhirnya. Tapi kita sudah kehilangan berapa peluang jika kita lulus tidak tepat waktu ? Kita harus bersaing dengan adik-adik angkatan kita dan mengejar ketinggalan kita. Tenang, Belanda masih jauh…mungkin gitu ya alasan kita untuk membela diri.
Waktu aku kecil dulu, kalau ditanya orang besok gede mau jadi apa, pasti selalu menjawab jadi dokter. Kayaknya enak jadi dokter, bisa ngobati orang, duitnya banyak dan merupakan profesi yang patut untuk dibanggakan. Seiring dengan berjalannya waktu, kayaknya kok nggak gampang jadi dokter, biayanya mahal dan susahnya minta ampun. Padahal belum membuktikan sendiri lho, masih kata orang. Tapi kenapa kata-kata orang itu jauh lebih ampuh mengurungkan niatku untuk menjadi seorang dokter.
Akhirnya cita-citaku berubah ingin menjadi seorang apoteker. Sepertinya menyenangkan bisa membuat obat untuk orang sakit. Demi mencapai tujuan itu, dengan semangat aku ikut UMPTN ambil pilihan pertama Fakultas Farmasi, dan pilihan keduanya Fakultas Biologi. Kenapa pilih Biologi ? Nah, itu pertanyaan yang kadang aku sendiri nggak bisa jawab kenapa.
Percaya nggak, pilihan kedua itu aku pilih hanya karena aku mendengar pembicaraan orang yang sedang lewat tentang prospek Biologi Lingkungan yang bagus. Ya udah, deh..waktu itu aku yang sedang bingung ngisi formulir UMPTN untuk pilihan keduanya langsung milih Fakultas Biologi. Kesannya kok ikut-ikutan yo..pancen kok..hehe..
Tak disangka tak dinyana, waktu pengumuman hasil UMPTN tahun 1996, kok ya namaku nongol di koran sebagai calon mahasiswa di PTN Yogya. Setengah senang setengah kecewa karena ternyata aku nggak diterima sebagai mahasiswi Farmasi, tapi sebagai mahasiswi Biologi. Skorku nggak cukup untuk pilihan pertamaku. Yo
Terus terang saja, awal-awal kuliah aku bimbang mau kemana arah tujuanku. Lebih bimbang lagi kalau ada orang tanya, ooo..kuliah di Biologi ya, besok kerjanya dimana ? Halah, tambah gak jelas..paling-paling jadi guru, apa jadi peneliti atau jual beli preparat gitu to..? Pokoke masih belum ada gambaran. Lama-lama, bisa menikmati juga kuliah, sibuknya praktikum, beragam penelitian, jurnal dan serentetan kegiatan kemahasiswaan yang cukup mengasyikkan. Belajar tentang makhluk hidup nggak ada matinya..
Akhirnya, aku berhasil mengantongi gelar Sarjana Sains dengan IP yang sangat memuaskan saja dengan lama kuliah 5 tahun. Normal-lah…Selanjutnya, bingung lagi kemana kaki hendak melangkah..? Mau kerja apa ya ? Jadi Guru, PNS atau Peneliti ? Semuanya bukan. Ternyata aku mendapat tawaran kerja yang sama sekali nggak ada hubungannya dengan Biologi. Salah satu perusahaan retail terbesar di
Yo
Banyak bidang yang bisa kita pelajari dan itu akan memperkaya wawasan kita. Prinsipku, apa yang bisa kita kerjakan sekarang, just do it ! Dan yang lebih penting, cintailah apapun yang kita kerjakan. Kesuksesan tidak diukur dari jumlah digit rupiah yang kita hasilkan, tapi dari kadar kepuasan batin yang kita rasakan. Salam sukses !
Sunday, June 28, 2009
FENOMENA “BISNIS KLIK IKLAN”
- PENGIKLAN, pihak ini mempunyai tujuan untuk mempromosikan produk atau usahanya supaya bisa dikenal oleh banyak orang dengan cara membayar kepada pihak ADVERTISING untuk ditayangkan iklannya.
- ADVERTISING, adalah penyedia layanan iklan yang mempertaruhkan kualitas iklannya kepada pihak yang membayar. Kepercayaan menjadi hal yang utama dalam pelayanannya.
- PUBLISHER, pihak ini bekerja sama dengan advertising untuk membantu menampilkan iklan yang akan dipublikasikan dengan imbalan per klik iklan (PPC) setiap unik ID yang diakui.
- PROGRAM BISNIS KLIK IKLAN, pihak ini memanfaatkan peluang yang ada yaitu mencari klik iklan dengan memperbanyak unik ID untuk membantu meng-klik iklan yang ada (supaya unik ID-nya banyak maka dibuatlah “SISTEM JARINGAN”, **---sungguh ide yang sangat cemerlang---**). Pihak ini memberikan komisi kepada down linenya dengan macam-macam harga, semakin banyak usaha mencari down line semakin banyak pula penghasilan yang didapatkannya.
- PENGIKUT, adalah pihak yang membantu memasarkan program klik iklan (dibayar dengan komisi tertentu) dengan mencari down line sebanyak-banyaknya untuk membantu meng-klik iklan yang sedang ditampilkan dengan nomer ID unik dari masing-masing IP address setiap peserta.
- Siapa pihak yang diuntungkan & siapa yang dirugikan ?
- Adakah hukum / peraturan yang mengaturnya ?
- Setujukah anda dengan “Bisnis / Program Klik Iklan” ini ?
Monday, June 22, 2009
PRO-KONTRA MONEY GAME & MLM
Mungkin terlalu muluk jika kita mendengar komisi , royalty, bonus, dan jaminan lainnya dari banyak MLM dan money game. Iming-iming uang ratusan juta hingga milyaran rupiah bukan lagi mimpi jika kita bisa menjalankannya. Nggak mungkin, omong kosong, bull shit, pemimpi, penipuan, kok mau-maunya to…hari gini, pengin enaknya aja ? Hm..ya..ya..ya..that’s all right.
Dalam hidup ini, yang namanya menjalankan bisnis, hanya ada dua resiko yang kita pertaruhkan : untung atau rugi. Dan sudah wajar jika dalam bisnis dibutuhkan modal, apakah itu modal besar atau modal kecil yang berupa modal uang ataupun modal kepintaran. Hal itu relatif sifatnya. Kalau banyak orang rugi, apa kita juga harus ikut-ikutan rugi ? Dan kalau banyak orang gagal, apa kita juga ditakdirkan untuk ikut gagal ? Kenapa kita tidak menjadi orang yang berhasil saja dengan konsekuensi kita harus bekerja keras. Memutar strategi dan mengerahkan semua kemampuan kita. Dan jangan menyalahkan orang lain jika kita gagal, karena sebenarnya kegagalan menjadi indikator kurang kerasnya usaha yang kita jalankan. Kata orang, itu penipuan, kata orang yang untung yang awal, yang rugi yang ikut belakangan. Benarkah ? Itukan kata orang, apa kita sudah membuktikannya ? Begitu mudahnya kita terpengaruh dengan orang lain hingga kita mengorbankan mimpi-mimpi kita, keinginan kita untuk berhasil. Kenapa kita tidak menganggap semua pendapat orang lain itu sebagai tantangan untuk membuktikan kebenarannya ? Kebanyakan orang baru percaya setelah ada hasil, tapi sependapatkah anda jika proses pencapaian itu sendiri jauh lebih penting ? Jika tidak mencobanya, darimana kita tahu kalau kita akan gagal ? Bukankah itu berarti kita sendiri telah berhasil menggagalkan diri sendiri ? Bahkan sebelum kita berani untuk mencobanya ?
Banyak orang yang beranggapan bahwa struktur piramid hanya menguntungkan orang yang pertama ikut dan akan merugikan orang yang terakhir karena sudah kehabisan downline. Mungkinkah orang yang begitu banyaknya bisa habis karena ikutan bisnis ini ? Padahal fakta membuktikan ada jutaan pengguna internet, dan semua mempunyai peluang yang sama untuk berhasil. Jika struktur pyramid yang terjadi bisa ideal, dalam arti 1 orang mendapat 10 orang, kemudian 10 orang mendapatkan 10 orang lagi dan demikian seterusnya, bisa dipahami jika lama-lama yang terakhir akan kehabisan downline. Faktanya, struktur piramid tidak akan pernah bisa ideal, kalaupun bisa kemungkinannya sangat kecil, dan itu artinya dalam bisnis ini berlaku siapa yang bertahan dan pantang mundurlah yang akan berhasil.
Jadi teman-teman, apapun usaha kita jika ingin berhasil kuncinya cuma satu : KERJA KERAS. Tanpa kerja keras, semuanya sia-sia bahkan kita akan kehilangan modal awal yang telah kita pertaruhkan. Dan jangan salahkan siapa-siapa jika kita rugi dan tidak mendapatkan apa-apa karena itu berarti kita belum melakukan apa-apa. Tak akan pernah ada uang yang jatuh dari langit. Semua harus diupayakan.
No pain, no gain… Selamat merenungkan !
Wednesday, May 13, 2009
SUPER DAD
“Nduk, menjadi seorang perempuan itu harus punya kepribadian yang kuat, jangan hanya mengandalkan kecantikan saja, tapi otak harus berisi, cerdas supaya tidak gampang dibodohi, apalagi oleh laki-laki.” Nasihat dari mendiang ayahku terngiang ngiang di telinga. Kala itu aku masih duduk di bangku kelas
Aku ingat, ada sedikit kekhawatiran yang tersirat di mata ayah, ketika aku masih kelas 3 SMP ada seorang laki-laki yang jauh lebih tua dari aku mulai berani ngapel ke rumah. Tak banyak kata yang terlontar dari bibir ayah, hanya seucap kata, “Hati-hati.” Aku manggut-manggut. Umur sebelia itu, gejolak masa puber dan rasa ingin tahu yang besar mungkin tak mampu meredam hasrat yang memuncah. Namun sebuah kata ‘hati-hati’ cukup ampuh membentengi kehormatan dan harga diriku. Dan aku selamat, ketika laki-laki itu mulai berani kurang ajar dalam memaknai kata cinta. Aku berani berkata ‘tidak’ dan segera memutuskan hubunganku dengan laki-laki itu. Aku bukan bunga yang sedang mekar yang ingin cepat-cepat dihisap madunya. Aku sedang bertumbuh, menyeleksi kumbang-kumbang yang benar-benar bisa menjaga kualitas maduku. Menjadikannya madu murni yang berkualitas tinggi. Bukan memporak-porandakannya untuk kemudian mencampakkanku begitu saja. Hedonisme dan petualangan cinta yang dikultuskan. Bukan seperti itu.
Ayah dimataku adalah seseorang yang bijaksana, pekerja keras, jujur dan sangat protect terhadap anak-anaknya. Ayah selalu mengajarkan tentang kebenaran dan realitas kehidupan yang sesungguhnya. Meskipun ayah tidak pernah bisa memanjakan anak-anaknya dengan limpahan materi. Hidup bersahaja walau kadang penuh dengan kekurangan. Tapi kami sekeluarga bisa merasakan kedamaian, dan kebahagiaan dalam kebersamaan. Dalam kekurangan, ayah masih mengajarkan anak anaknya tentang arti berbagi, tolong menolong dan memaknai rasa syukur. Semua yang telah diberikan oleh Tuhan adalah anugerah yang harus selalu disyukuri. Jangan pernah khawatir akan hari esok karena didepan
Saat aku kelas 2 SD, aku diumumkan menjadi juara kelas. Betapa bangganya aku saat itu, tak terkecuali ayah. Namun aku sedikit kecewa ketika Ibu Guru tak memperkenankanku membawa pulang buku raport. Aku hanya boleh melihat nilaiku di sekolah karena aku masih nunggak SPP 2 bulan. Ayah merasa sangat bersalah atas peristiwa ini,”Maafkan Ayah belum bisa memenuhi kewajiban bayar SPP, usaha Ayah masih kurang keras,” aku berkaca-kaca. Ayah sudah bekerja sangat keras, tapi uang yang didapat tidak pernah bisa maksimal. Hanya cukup untuk makan sehari-hari itupun dengan lauk yang seadanya. Semua beban keluarga ada di pundak ayah. Kami anak-anaknya yang masih kecil tidak boleh ikut menanggung beban dengan bekerja, kami harus sekolah yang baik dan belajar yang rajin. Dan bersyukur pada Tuhan, prestasi sekolahku dan kakak-kakakku cukup diperhitungkan di sekolah. Dan yang lebih bersyukur lagi, aku mendapatkan beasiswa karena prestasiku, dari SD sampai kuliah.
Rasanya tak akan habis berlembar-lembar halaman untuk menceritakan betapa aku sangat mengagumi ayahku. Hanya satu kebiasaan buruk ayah. Merokok. Dan rokoknya pun termasuk rokok yang berat karena meracik sendiri dari tembakau dan cengkeh dibungkus kertas cigarette yang dijual eceran di warung. Bisa dibayangkan bagaimana bahayanya. Hingga saat itu tiba. Aku baru saja berulang tahun ke-20 , ketika tiba-tiba ayah sesak nafas. Kami sekeluarga panik, dan segera berinisiatif membawa ayah ke rumah sakit. Dan ayah harus diopname. Diagnosa dokter menyatakan bahwa ayah mengalami pembengkakan paru-paru dan jantung. Kesimpulan yang diambil rokoklah penyebab penyakit ini. Setiap hari aku menjaga ayah di rumah sakit, sepulang dari kuliah. Saat itu hari ketiga ayah diopname, nafas ayah masih dibantu dengan selang oksigen dan tangannya di infus. Wajahnya tampak pucat dan badannya melemah. Kasihan sekali aku melihat ayah. Jam di rumah sakit berdentang tepat jam 12 siang, ketiba tiba-tiba ayah berbicara,”Nduk, ayah akan dipanggil Tuhan, cium Ayah tiga kali,” aku tersentak. Dengan berlinang air mata kucium kedua pipi dan kening ayah. “ Jangan Ayah, aku belum lulus kuliah…,” seruku diantara isak tangisku. “ Tidak apa-apa, terserah Gusti…,” rasanya aku belum siap jika harus kehilangan ayah saat itu. Seharian aku tidak mau beranjak sedikit pun dari ayah, takut apa yang dikatakan ayah menjadi kenyataan. Aku belum bisa membahagiakan ayah, belum bisa menunjukkan kesuksesanku, belum bisa membalas semua pengorbanannya untukku. Kepada ibu, ayah juga mengatakan akan pergi jauh, entah jauh kemana.
Ayah ingin sekali merokok saat di Rumah Sakit. Jelas kami melarangnya, kami berbohong tidak ada penjual rokok. Penuh harap ayah memohon hanya minta satu rokok saja. Mungkin itu permintaan terakhir ayah yang tidak bisa kami kabulkan, karena dua hari setelah itu, ayah benar-benar dipanggil Tuhan. Sehari sebelumnya, ayah masih bisa mengobrol ketika kemudian tak sadarkan diri, nafasnya tinggal satu-satu. Aku menunggui hingga saat ayah menghembuskan nafas terakhirnya. Begitu cepat dan tanpa kesulitan sama sekali. Dibibirnya tersungging seulas senyuman. Mungkin ayah telah menemukan kedamaiannya bersama Tuhan. Mungkin itu yang terbaik untuk semuanya. Dan aku, ikhlas menjalani semuanya, aku sudah siap kehilangan ayah jika memang telah tersedia tempat yang kekal baginya di surga. Semua penderitaannya di dunia sirna sudah. Banyak yang kehilangan figur ayah. Penjaja buku dan komik keliling itu telah berpulang…