Seperti yang sudah diumumkan oleh Pak Bambang, selaku guru olahraga merangkap sebagai kakak Pembina Pramuka, harusnya hari ini adalah hari pertama Nining dan teman-teman sekolahnya ikut pramuka. Tapi kali ini, Nining lebih memilih berada di rumah saja. Sepulang dari sekolah jam satu tadi, Nining tidak berani keluar dari rumah. Takut kalau-kalau ada temannya yang nyamper untuk ikut Pramuka. Nining melirik jam kecil yang ada di meja yang menunjuk pukul 13.45 WIB, berarti lima belas menit lagi kegiatan Pramuka dimulai di sekolahnya. Nining sibuk menerka kira-kira berapa temannya yang hadir. Ah..mungkin semuanya ikut, kecuali dirinya.
Sebenarnya, Nining sangat gelisah saat ini. Berkali-kali digulingkannya tubuhnya di kasur kapuk yang mulai menipis itu. Sesekali matanya mengintip dari lubang gedeg rumahnya, ingin tahu siapa temannya yang lewat di seberang jalan tak jauh dari gubugnya, berseragam pramuka menuju sekolahnya. Sedikit cemas, Nining berharap semoga teman-temannya tidak menyadari keberadaannya dan berinisiatif menjemputnya ke rumah seperti yang sudah-sudah. Maklum, jarak rumah dan sekolah yang dekat membuat teman sekolah Nining banyak yang suka bermain di sini. Ah..semoga saja tidak ada yang nyamper Nining tiba-tiba.
Sejujurnya, Nining suka dengan kegiatan Pramuka. Belajar tali temali, belajar sandi, bertualang, berkemah, bersahabat dengan alam, belajar disiplin dan bertanggung jawab. Tapi..kenapa harus pakai seragam coklat tua dan coklat muda ? Kenapa tidak warna putih merah saja ? Ah..itu sama artinya Nining harus menodong bapaknya untuk membelikan seragam pramuka, dan sudah pasti Nining tidak bisa langsung mendapatkan jawabannya. Nining sudah sangat paham dengan arti kata menunggu. Dan lagi, Nining tidak mau ini menjadi beban orang tuanya ! Jadi, tidak ikut kegiatan ini sampai nanti seragam itu ada, sementara menjadi tempat teraman bagi Nining.
Dan jika nanti teman-temannya bahkan gurunya bertanya, Nining perlu mempersiapkan jawabannya. Bilang saja ketiduran, beres..what ? Itu artinya Nining sudah berani berbohong, jadi.. ? Entahlah..Nining merasa pusing tiba-tiba. Walau ada sedikit rasa lega di hatinya, ketika melirik jam sudah pukul 14.30 dan tidak ada satupun temannya yang menyamper. Hff..
Benar saja, esok hari saat kaki Nining baru sampai di pintu kelas, beberapa pertanyaan sudah memberondongnya bertubi-tubi. Nining lemas seketika.
“Nining, kenapa kemarin tidak ikut Pramuka ?”
“Kata Pak Bambang, Pramuka ini wajib diikuti, lho..”
“Asyik lho, kemarin diajarin tentang sandi morse..”
“Kemarin juga udah dibentuk regu..”
“Kamu belum dapat kelompok ya.. “
Aduh..ingin rasanya Nining berlari keluar dari kelas dan menutup rapat-rapat telinganya. Mereka semua tidak mengerti, dan tidak akan pernah mengerti. Nining hanya terdiam dan tidak ingin berkata apa-apa. Nining berjuang keras supaya air matanya tidak keluar begitu saja, hal yang biasa terjadi saat dirinya panik. Belum saatnya Nining berterus terang tentang keadaan yang sesungguhnya, dan bukan jalan keluar terbaik pula jika Nining harus terpaksa berbohong. Diam..adalah reaksi teraman, setidaknya untuk saat ini. Dan..teman-teman Nining menangkap sesuatu yang lain dari sikapnya kali ini, seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Dan tentu saja, mereka menjadi penasaran.
******
“Bapak..Nining perlu seragam Pramuka..”
Nining merasa, sekarang adalah waktu yang tepat untuk membicarakan dengan Bapak-nya. Sudah dua kali Nining tidak ikut kegiatan Pramuka, dan tadi Nining tidak enak ketika Pak Bambang sendiri yang mewajibkan dirinya untuk ikut Pramuka karena akan berpengaruh pada nilai Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Nining bergidik ngeri membayangkan jika nilai PMP-nya jelek dan berakibat tidak naik kelas. Jadi satu-satunya cara, Bapak harus membelikannya seragam Pramuka !
Bapak menatap Nining dalam-dalam. Tampak rona mukanya sedikit murung. Nining sebenarnya tahu dan sangat tahu apa yang ada dalam pikiran Bapak, tapi apa boleh buat..Nining tidak punya cara lain.
“Nanti Bapak usahakan cari, ya..”
Tangan Bapak mengusap rambut Nining pelan. Nining mengangguk dan matanya berkaca-kaca, entah untuk apa. Segara Nining berlalu dari pandangan bapaknya dan menumpahkan air mata di tempat tidurnya. Kamar sederhana yang dibatasi dengan kain penutup sebagai gordyn menjadi tempat terindahnya merajut mimpi. Nining berandai-andai jika saja saat ini ada seseorang yang baik hati memberikannya satu setel seragam Pramuka, maka Nining akan semangat ikut Pramuka tanpa ragu-ragu. Akan diikutinya kegiatan itu dengan suka cita dan penuh riang gembira. Tak ada alasan lagi untuk tidak ikut serta.
*****
“Gimana pak, seragamnya sudah ada ?”
“Aduh, maaf pak..saya sudah hubungi tokonya tapi stoknya masih kosong, pak..mungkin minggu depan jika sudah ada segera dikirim..”
Bapak Nining tampak lemas. Hari ini adalah hari Jumat, hari saat Nining ada kegiatan Pramuka tapi seragam itu belum ada. Bapak sudah mengupayakan ambil kredit di koperasi pabrik tempatnya bekerja sbagai buruh, tapi ternyata tidak bisa secepat yang dikira..maafkan Bapak, Nining..terpaksa kali ini kamu bolos Pramuka lagi..
****
“Nining, kenapa kemarin kamu belum ikut Pramuka juga ? Apa ada masalah ?,” Sita teman terbaik Nining bertanya hati-hati. Seperti biasa, Nining hanya bisa menggeleng.
“Cerita saja, Ning..aku tidak akan cerita pada siapa-siapa..”
“Nggak..nggak papa, Sita..mungkin minggu depan aku baru bisa ikut serta..”
“Hm..ya sudah..tapi bener ya..? Jangan sampai nggak ikut lho..O,ya Nining..aku punya seragam Pramuka kegedean, kamu mau pakai tidak ? Soalnya kemarin itu Papa belikan aku seragam Pramuka kegedean, padahal aku sudah punya 2 setel yang ukurannya pas dari mama..Kalau mau, besok aku bawakan ya..kayaknya pas deh buat kamu, aku kan lebih kecil dari kamu, sayang kalo nggak kepake, buat apa aku punya banyak, ya kan.. ?”
“Wah..sungguh Sita ? Mau..aku mau sekali..”
Mata Nining langsung berbinar bahagia. Sita turut bahagia. Oh..Tuhan..ternyata Engkau mendengar permohonanku..dalam hati Nining bersyukur. Engkau kirimkan orang-orang baik hati laksana malaikat tepat pada waktunya. Kemarin Sumi, sekarang Sita.
*****
Sebenarnya, Nining sangat gelisah saat ini. Berkali-kali digulingkannya tubuhnya di kasur kapuk yang mulai menipis itu. Sesekali matanya mengintip dari lubang gedeg rumahnya, ingin tahu siapa temannya yang lewat di seberang jalan tak jauh dari gubugnya, berseragam pramuka menuju sekolahnya. Sedikit cemas, Nining berharap semoga teman-temannya tidak menyadari keberadaannya dan berinisiatif menjemputnya ke rumah seperti yang sudah-sudah. Maklum, jarak rumah dan sekolah yang dekat membuat teman sekolah Nining banyak yang suka bermain di sini. Ah..semoga saja tidak ada yang nyamper Nining tiba-tiba.
Sejujurnya, Nining suka dengan kegiatan Pramuka. Belajar tali temali, belajar sandi, bertualang, berkemah, bersahabat dengan alam, belajar disiplin dan bertanggung jawab. Tapi..kenapa harus pakai seragam coklat tua dan coklat muda ? Kenapa tidak warna putih merah saja ? Ah..itu sama artinya Nining harus menodong bapaknya untuk membelikan seragam pramuka, dan sudah pasti Nining tidak bisa langsung mendapatkan jawabannya. Nining sudah sangat paham dengan arti kata menunggu. Dan lagi, Nining tidak mau ini menjadi beban orang tuanya ! Jadi, tidak ikut kegiatan ini sampai nanti seragam itu ada, sementara menjadi tempat teraman bagi Nining.
Dan jika nanti teman-temannya bahkan gurunya bertanya, Nining perlu mempersiapkan jawabannya. Bilang saja ketiduran, beres..what ? Itu artinya Nining sudah berani berbohong, jadi.. ? Entahlah..Nining merasa pusing tiba-tiba. Walau ada sedikit rasa lega di hatinya, ketika melirik jam sudah pukul 14.30 dan tidak ada satupun temannya yang menyamper. Hff..
Benar saja, esok hari saat kaki Nining baru sampai di pintu kelas, beberapa pertanyaan sudah memberondongnya bertubi-tubi. Nining lemas seketika.
“Nining, kenapa kemarin tidak ikut Pramuka ?”
“Kata Pak Bambang, Pramuka ini wajib diikuti, lho..”
“Asyik lho, kemarin diajarin tentang sandi morse..”
“Kemarin juga udah dibentuk regu..”
“Kamu belum dapat kelompok ya.. “
Aduh..ingin rasanya Nining berlari keluar dari kelas dan menutup rapat-rapat telinganya. Mereka semua tidak mengerti, dan tidak akan pernah mengerti. Nining hanya terdiam dan tidak ingin berkata apa-apa. Nining berjuang keras supaya air matanya tidak keluar begitu saja, hal yang biasa terjadi saat dirinya panik. Belum saatnya Nining berterus terang tentang keadaan yang sesungguhnya, dan bukan jalan keluar terbaik pula jika Nining harus terpaksa berbohong. Diam..adalah reaksi teraman, setidaknya untuk saat ini. Dan..teman-teman Nining menangkap sesuatu yang lain dari sikapnya kali ini, seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Dan tentu saja, mereka menjadi penasaran.
******
“Bapak..Nining perlu seragam Pramuka..”
Nining merasa, sekarang adalah waktu yang tepat untuk membicarakan dengan Bapak-nya. Sudah dua kali Nining tidak ikut kegiatan Pramuka, dan tadi Nining tidak enak ketika Pak Bambang sendiri yang mewajibkan dirinya untuk ikut Pramuka karena akan berpengaruh pada nilai Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Nining bergidik ngeri membayangkan jika nilai PMP-nya jelek dan berakibat tidak naik kelas. Jadi satu-satunya cara, Bapak harus membelikannya seragam Pramuka !
Bapak menatap Nining dalam-dalam. Tampak rona mukanya sedikit murung. Nining sebenarnya tahu dan sangat tahu apa yang ada dalam pikiran Bapak, tapi apa boleh buat..Nining tidak punya cara lain.
“Nanti Bapak usahakan cari, ya..”
Tangan Bapak mengusap rambut Nining pelan. Nining mengangguk dan matanya berkaca-kaca, entah untuk apa. Segara Nining berlalu dari pandangan bapaknya dan menumpahkan air mata di tempat tidurnya. Kamar sederhana yang dibatasi dengan kain penutup sebagai gordyn menjadi tempat terindahnya merajut mimpi. Nining berandai-andai jika saja saat ini ada seseorang yang baik hati memberikannya satu setel seragam Pramuka, maka Nining akan semangat ikut Pramuka tanpa ragu-ragu. Akan diikutinya kegiatan itu dengan suka cita dan penuh riang gembira. Tak ada alasan lagi untuk tidak ikut serta.
*****
“Gimana pak, seragamnya sudah ada ?”
“Aduh, maaf pak..saya sudah hubungi tokonya tapi stoknya masih kosong, pak..mungkin minggu depan jika sudah ada segera dikirim..”
Bapak Nining tampak lemas. Hari ini adalah hari Jumat, hari saat Nining ada kegiatan Pramuka tapi seragam itu belum ada. Bapak sudah mengupayakan ambil kredit di koperasi pabrik tempatnya bekerja sbagai buruh, tapi ternyata tidak bisa secepat yang dikira..maafkan Bapak, Nining..terpaksa kali ini kamu bolos Pramuka lagi..
****
“Nining, kenapa kemarin kamu belum ikut Pramuka juga ? Apa ada masalah ?,” Sita teman terbaik Nining bertanya hati-hati. Seperti biasa, Nining hanya bisa menggeleng.
“Cerita saja, Ning..aku tidak akan cerita pada siapa-siapa..”
“Nggak..nggak papa, Sita..mungkin minggu depan aku baru bisa ikut serta..”
“Hm..ya sudah..tapi bener ya..? Jangan sampai nggak ikut lho..O,ya Nining..aku punya seragam Pramuka kegedean, kamu mau pakai tidak ? Soalnya kemarin itu Papa belikan aku seragam Pramuka kegedean, padahal aku sudah punya 2 setel yang ukurannya pas dari mama..Kalau mau, besok aku bawakan ya..kayaknya pas deh buat kamu, aku kan lebih kecil dari kamu, sayang kalo nggak kepake, buat apa aku punya banyak, ya kan.. ?”
“Wah..sungguh Sita ? Mau..aku mau sekali..”
Mata Nining langsung berbinar bahagia. Sita turut bahagia. Oh..Tuhan..ternyata Engkau mendengar permohonanku..dalam hati Nining bersyukur. Engkau kirimkan orang-orang baik hati laksana malaikat tepat pada waktunya. Kemarin Sumi, sekarang Sita.
*****
Baru kali ini Nining merasakan hari Jumat adalah hari yang paling bahagia sedunia. Usai sudah kegelisahan sebelumnya setiap hari Jumat tiba. Nining bisa berdiri tegak diantara barisan murid-murid yang berseragam coklat lengkap dengan hasduk itu. Nining tampak bangga mengenakannya. Tiada lagi wajah murungnya.
Dan yang lebih membahagiakan Nining, ternyata seragam Pramukanya menjadi 2 pasang. Satu dari Sita, satu lagi dari Bapaknya hasil kredit di koperasi pabrik. Sebenarnya Nining ingin berkata kepada Bapaknya untuk membatalkan kreditannya di koperasi, tapi ternyata seragam itu telah tiba bersamaan dengan seragam Pramuka dari Sita. Ya..apa boleh buat. Semuanya tiada pernah Nining kira. Dan Bapak berjanji akan melunasi kredit seragam itu dengan segenap tanggung jawabnya. Ah..Nining iba sekaligus terharu dengan Bapak.
Gambar dipinjam dari sini
No comments:
Post a Comment