Ada seseorang datang ke gubug Nining. Dari kejauhan, Nining sudah tahu akan ada tamu ke gubugnya. Secepat kilat Nining segera masuk ke dalam gubug dan diam mendekam di dalam kamar. Nining mendengar pintu diketuk, tapi Nining diam saja. Nining juga mendengar suara permisi dari tamu itu tapi tidak bergerak untuk menemuinya. Nining hanya berharap semoga kakaknya mau menemui tamu itu. Dan Nining bisa bernafas lega ketika kakaknya keluar menemui tamu itu.
Nining menyadari, ada sesuatu yang tak beres dalam dirinya. Ada ketakutan dalam dirinya untuk bertemu dengan orang lain yang datang ke gubugnya. Nining tidak merasa orang itu jahat, hanya Nining tidak merasa nyaman jika harus menampakkan batang hidungnya untuk sekedar memberi minuman ataupun berbasa-basi sejenak. Nining lebih memilih diam di dalam kamar, selama mungkin sampai tamu itu pulang. Tak peduli hingga beberapa jam, selama itu pula Nining mendekam di kamar. Aneh memang, rasa minder Nining sudah sangat parah.
Nining mempunyai perasaan yang takut diabaikan, takut dipandang sebelah mata, takut salah ngomong, takut mengemukakan pendapatnya. Serba salah..ya..Nining merasa semua yang dilakukan serba salah di mata dirinya dan orang lain. Ada suara-suara dalam pikiran Nining yang men-judge “ kamu jelek..kamu miskin..kamu tidak berguna..” menggema berulang-ulang dan seolah-olah kata-kata itu yang dipikirkan oleh orang lain tentang dirinya.
Di sekolah pun, Nining punya rasa takut berlebihan kepada ibu kepala sekolah ataupun guru-guru. Dalam bayangannya, dirinya seolah-olah diawasi sehingga kalau berbuat salah sedikit, nanti pasti akan dimarahi atau dihukum. Padahal, itu semua tidak pernah terjadi di alam nyata, hanya suatu racun yang ada di kepala Nining. Nining iri kepada teman-temannya yang bisa bercanda tawa dengan bapak ibu guru. Nining ingin bisa luwes, tapi semua itu terhalau oleh pikirannya sendiri yang meracuni. Selalu ada kata-kata “ kamu bukan siapa-siapa..kamu anak miskin..kamu tidak pantas..”. Ah..betapa pikiran ini sangat membelenggu Nining.
Nining ingin mengusir rasa malunya yang berlebihan, ingin membuang rasa rendah dirinya, ingin keluar dari krisis identitasnya. Nining merasa tiada guna dengan sifat jeleknya ini. Nining butuh seseorang yang bisa mengerti keadaannya. Nining tidak ingin terus-terusan bersikap tertutup dan hanya diam-diam meratapi kemiskinannya. Nining harus berbuat sesuatu.
Nining selalu merasa nyaman bercakap-cakap dengan dirinya sendiri. Mengandaikan dirinya sedang ngobrol dengan seseorang. Ada dua pribadi dalam dirinya saat itu. Semua yang ada dalam khayalannya dikeluarkan seperti suatu sandiwara. Ya..Nining memang senang berkhayal. Suatu waktu dia pernah berandai-andai menjadi anak orang kaya. Segala yang dia inginkan ada, baju yang bagus, rumah megah, mobil mewah..semuanya terasa sangat nyaman dan membahagiakan. Di lain waktu Nining juga berangan-angan jika dewasa nanti dia menjadi seseorang yang popular, dikenal masyarakat akan karyanya. Karya yang mana Nining belum paham, yang pasti Nining senang bernyanyi, main musik, main drama dan senang menulis. Nining bermimpi salah satu bakatnya bisa berkembang dan menghasilkan sesuatu yang bisa berguna dan dikenal bagi orang lain.
Dalam pergaulan dengan teman yang sudah dikenal, sebenarnya Nining tidak ada masalah. Nining bisa bercanda dan menjadi teman yang asyik bagi teman-temannya. Hanya kepada orang-orang tertentu yang bagi Judith tidak nyaman saja, Nining tidak bisa luwes bergaul. Ada semacam tembok tebal yang menghalangi keduanya. Nining tidak tahu itu apa, semacam ketidakcocokan aura, atau ada kekuatan lain yang saling tolak-menolak. Dan, untuk amannya, Nining lebih suka untuk menghindar. Pura-pura tidak saling kenal dan tidak terlibat dalam percakapan sama sekali. Sungguh aneh tapi nyata..
Nining menyadari, ada sesuatu yang tak beres dalam dirinya. Ada ketakutan dalam dirinya untuk bertemu dengan orang lain yang datang ke gubugnya. Nining tidak merasa orang itu jahat, hanya Nining tidak merasa nyaman jika harus menampakkan batang hidungnya untuk sekedar memberi minuman ataupun berbasa-basi sejenak. Nining lebih memilih diam di dalam kamar, selama mungkin sampai tamu itu pulang. Tak peduli hingga beberapa jam, selama itu pula Nining mendekam di kamar. Aneh memang, rasa minder Nining sudah sangat parah.
Nining mempunyai perasaan yang takut diabaikan, takut dipandang sebelah mata, takut salah ngomong, takut mengemukakan pendapatnya. Serba salah..ya..Nining merasa semua yang dilakukan serba salah di mata dirinya dan orang lain. Ada suara-suara dalam pikiran Nining yang men-judge “ kamu jelek..kamu miskin..kamu tidak berguna..” menggema berulang-ulang dan seolah-olah kata-kata itu yang dipikirkan oleh orang lain tentang dirinya.
Di sekolah pun, Nining punya rasa takut berlebihan kepada ibu kepala sekolah ataupun guru-guru. Dalam bayangannya, dirinya seolah-olah diawasi sehingga kalau berbuat salah sedikit, nanti pasti akan dimarahi atau dihukum. Padahal, itu semua tidak pernah terjadi di alam nyata, hanya suatu racun yang ada di kepala Nining. Nining iri kepada teman-temannya yang bisa bercanda tawa dengan bapak ibu guru. Nining ingin bisa luwes, tapi semua itu terhalau oleh pikirannya sendiri yang meracuni. Selalu ada kata-kata “ kamu bukan siapa-siapa..kamu anak miskin..kamu tidak pantas..”. Ah..betapa pikiran ini sangat membelenggu Nining.
Nining ingin mengusir rasa malunya yang berlebihan, ingin membuang rasa rendah dirinya, ingin keluar dari krisis identitasnya. Nining merasa tiada guna dengan sifat jeleknya ini. Nining butuh seseorang yang bisa mengerti keadaannya. Nining tidak ingin terus-terusan bersikap tertutup dan hanya diam-diam meratapi kemiskinannya. Nining harus berbuat sesuatu.
Nining selalu merasa nyaman bercakap-cakap dengan dirinya sendiri. Mengandaikan dirinya sedang ngobrol dengan seseorang. Ada dua pribadi dalam dirinya saat itu. Semua yang ada dalam khayalannya dikeluarkan seperti suatu sandiwara. Ya..Nining memang senang berkhayal. Suatu waktu dia pernah berandai-andai menjadi anak orang kaya. Segala yang dia inginkan ada, baju yang bagus, rumah megah, mobil mewah..semuanya terasa sangat nyaman dan membahagiakan. Di lain waktu Nining juga berangan-angan jika dewasa nanti dia menjadi seseorang yang popular, dikenal masyarakat akan karyanya. Karya yang mana Nining belum paham, yang pasti Nining senang bernyanyi, main musik, main drama dan senang menulis. Nining bermimpi salah satu bakatnya bisa berkembang dan menghasilkan sesuatu yang bisa berguna dan dikenal bagi orang lain.
Dalam pergaulan dengan teman yang sudah dikenal, sebenarnya Nining tidak ada masalah. Nining bisa bercanda dan menjadi teman yang asyik bagi teman-temannya. Hanya kepada orang-orang tertentu yang bagi Judith tidak nyaman saja, Nining tidak bisa luwes bergaul. Ada semacam tembok tebal yang menghalangi keduanya. Nining tidak tahu itu apa, semacam ketidakcocokan aura, atau ada kekuatan lain yang saling tolak-menolak. Dan, untuk amannya, Nining lebih suka untuk menghindar. Pura-pura tidak saling kenal dan tidak terlibat dalam percakapan sama sekali. Sungguh aneh tapi nyata..