Thursday, October 25, 2012

Surga dan Neraka




Gambar dipinjam dari sini

Neraka Dunia

Pagi baru saja menjelang, ditandai dengan bunyi kokok ayam pertama memecah kesunyian. Dinginnya tak terkira hingga menusuk ke sumsum tulang seorang gelandangan yang terbaring setengah telanjang di emperan sebuah toko. Pikirannya kalut memikirkan cara bagaimana mencari makan hari ini sedangkan tubuhnya terasa lemah. Sakit mendera tubuhnya beberapa hari ini, dan perutnya terasa melilit kelaparan. Tubuhnya tak kuat melakukan perjalanan sekalipun harus dipaksa. Tak ada seorang pun yang peduli akan keadaannya. Tak ada belas kasihan akan keadaannya yang memprihatinkan. Hanya tatapan sinis dan jijik ke arahnya sambil berharap si gelandangan itu pergi karena telah mengotori pemandangan kota.

Gelandangan itu sudah tak ingat lagi berapa kali dia terjaring oleh petugas yang melakukan operasi kebersihan kota. Biasanya operasi itu dilakukan saat akan ada kunjungan pejabat tinggi negara ke kota itu. Dia bersama dengan orang-orang yang senasib dengannya akan diangkut kemudian dibuang ke daerah lain yang entah bernama apa. Dirinya dianggap sebagai sampah masyarakat yang tak berguna. Bahkan beberapa kali anak-anak kecil meneriakinya orang gila. Mungkinkah dia sudah gila di jaman yang tak kalah gila ini ?

Gelandangan itu merasakan panas badannya semakin tinggi sedangkan tubuhnya menggigil. Tak ada selimut yang memberinya kehangatan. Dia tertidur bersama dengan lalat dan kecoa ataupun tikus-tikus got yang bersliweran di sebelahnya. Badannya bau dan dia tak ingat kapan terakhir kali mandi. Dia akan mandi jika ditemuinya sebuah sungai sekalipun airnya berwarna kotor nanti.

Hei..pergi kamu..bikin kotor saja..!!”

Sebuah tendangan mendarat ke tubuh gelandangan yang melemah. Matahari mulai memancarkan sinar pagi, dan sang pemilik toko mengusirnya tanpa ampun dengan sebuah tendangan yang cukup menyakitkan. Gelandangan itu berusaha untuk bangun tapi kepalanya terasa sangat berat. Samar-samar dilihatnya wajah sang pemilik toko yang tampak garang itu. Selebihnya, si gelandangan tak ingat apa-apa lagi.

Surga Dunia

Malam bertabur bintang, saatnya melepas kepenatan dengan mencari hiburan malam. Seorang laki-laki berperut buncit melenggang masuk ke sebuah kafe remang-remang. Kedatangannya langsung disambut beberapa perempuan yang berpakaian seksi dan berdandan menor. Glamour. Menggoda. Mengundang syahwat. Para perempuan itu berharap, si bos akan memilihnya untuk menemani malamnya dengan sejuta kenikmatan. Terbayang di pelupuk matanya beberapa lembar rupiah yang akan diterima dari hasil servisnya. Membahagiakan. Si bos ini termasuk royal dan tidak pelit. Maka segala cara dan rayuan akan dilancarkan oleh para perempuan itu. Berbahagialah bagi yang terpilih.

Aku akan berpesta pora malam ini..kalian semua boleh menemaniku..aku memilih kalian semua, layani aku selayaknya raja..hahaha..”

Para perempuan itu bersorak. Tak mengira, semua terpilih malam ini. Mereka akan saling bekerja sama memberikan kepuasan bagi si bos berdompet tebal. Sama rasa, sama rata untuk beberapa lembar rupiah. Mempertaruhkan harga diri. Adakah diri mereka masih berharga ? Tak apalah untuk makan beberapa hari tubuh-tubuh indah mereka dikaryakan. Demi kenikmatan sesaat si bos. Tanpa ikatan, tanpa komitmen..cukuplah uang yang berbicara. Semua membutuhkannya untuk melangsungkan hidup yang keras ini.

Di sebuah kamar mewah hotel bintang lima, laki-laki tambun itu tertawa-tawa. Di sekelilingnya banyak perempuan cantik yang siap sedia melayani nafsu syahwatnya. Uang yang didapatnya dari sebuah lembaga yang membutuhkan tanda tangannya, akan dia gunakan malam ini demi sebuah kesenangan. Sejenak melupakan istrinya yang sekarang entah sibuk arisan di negara mana dengan teman-teman socialitanya. Sejenak melupakan anak-anaknya yang tak kalah sibuk dengan dunianya sendiri. Wajar jika dirinya pun butuh bersenang-senang. Melepas ketegangan setelah sibuk bekerja. Uang bisa membeli segalanya, bahkan untuk perempuan yang seratus kali lebih cantik dari istrinya yang tak mempedulikannya lagi.

Dan malam itu menjadi saksi atas gembiranya laki-laki tambun itu. Dirinya merasa sebagai raja perkasa yang mampu menaklukkan seluruh perempuan di jagad raya ini. Segala kenikmatan dia dapatkan hanya dengan menukar beberapa rupiah saja yang mampu dia dapatkan untuk 1 kali tanda tangannya, itupun masih banyak sisanya. Bahkan dia sudah tidak ingat lagi berapa kali dia tanda tangan dalam sehari. Untuk meluluskan berbagai permintaan keringanan pembayaran pajak di negeri ini. Pundi-pundi uangnya sudah melampaui target. Tak tahu harus digunakan untuk apalagi. Anak istrinya sudah tak kekurangan lagi, tak ada salahnya jika dia memikirkan untuk dirinya sendiri. Tak terkecuali hari ini. Segala kekuasaan ada di tangannya.


Surga

Si gelandangan yang dulu adalah sampah masyarakat di dunia, tampak begitu agung dengan pakaiannya yang gemerlap. Segala hinaan, cacian, sumpah serapah yang ditujukan padanya dulu sirna. Dulu dia bukan siapa-siapa, yang tak mampu berbuat apa-apa karena keterbatasannya. Tapi dia punya hati, tak terbujuk dalam dunia dosa yang mudah menyeretnya untuk mencuri, mengemis sekalipun dia miskin. Tidak, dulu dia gelandangan, tapi mampu bekerja apa saja untuk menghidupi dirinya dan anak istrinya, sekalipun kemudian mereka pergi meninggalkan dirinya sendiri bahkan di saat sakit paru-paru mendera tubuhnya. Sakit paru-paru karena terbiasa hidup di antara sampah yang dia pulung untuk mendapatkan sesuatu yang bisa dijual. Lalu dia dibiarkan tergolek sia-sia hingga kemudian mati bagai binatang tanpa ada yang peduli. Namun Tuhan memuliakannya di surga.

Saat gelandangan itu telanjang, tak ada yang memberinya pakaian. Saat gelandangan itu kelaparan, tak ada yang memberinya makan. Saat gelandangan itu terhina, tak ada yang memberinya pembelaan. Saat gelandangan itu kehujanan ataupun kepanasan, tak ada yang memberinya tempat berteduh. Bahkan saat gelandangan itu mati, dibiarkannya dia mati sia-sia bagaikan binatang, bukan manusia. Ah..


Neraka

Diantara banyak manusia yang jatuh ke dalam dosa di neraka, tampak si bos berbadan tambun yang dulu bergelimang harta. Tampak pula di pemilik toko yang dulu menendang si gelandangan tanpa ampun. Lalu perempuan-perempuan yang melayani si bos, bahkan anak istrinya tampak pula dalam dera siksa api neraka. ah..adakah mereka semua terlalu larut dalam kenikmatan duniawi ? Adakah mereka tak pernah peduli untuk berbagi ? Hanya memikirkan kepentingan pribadi ? Lalu, dimanakah tempatku nanti ? Apakah aku harus menjadi seperti gelandangan itu ?  

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...