Gambar dipinjam dari sini
Aku dan kamu punya secuil kenangan. Hebat ya, hanya secuil tapi bisa mengendap bertahun-tahun di alam bawah sadarku. Bahkan ketika waktu terus melaju menuju masa depan, dan kamu hanyalah bagian dari masa lalu. Tapi kenangan tentangmu masih sesekali membayang. Secuil kenangan yang tak begitu istimewa sebenarnya, tapi cukup membekas.
Seperti layaknya muda-mudi jadul, aku mengenalmu lewat seorang teman. Lalu obrolan mulai tercipta ala kadarnya. Berawal dari kikuk kemudian muncul pertanyaan standart yang tak lebih dari sekedar basa-basi belaka.
“Kuliah dimana ?”
“di Universitas Anu..”
“Oo..fakultas apa ?”
“Ilmu Murni..Kamu ?”
“Aku di Akademi X”
“Ngambil apa ?”
“Komputer, TI..”
“Oh..”
Hening. Sibuk dengan pikiran masing-masing, mencoba mencari bahan obrolan yang lain.
“Kenal sama si A ?”
“Angkatan berapa ?”
“Adik angkatan..”
“Ehm..mungkin kalo liat orangnya tahu, tapi kalo namanya nggak hafal..”
“Oh..”
Hening lagi. Bingung menentukan topik pembicaraan selanjutnya. Sebenarnya banyak sekali bahan obrolan yang berkelebat, tapi lidah ini kelu. Nggak tahu kenapa, grogi mungkin..jariku sibuk mengetuk-ngetuk kursi, matamu menerawang kemudian berhenti pada satu titik. Gitar sang kakak. Aha..sang penyelamat situasi.
“Boleh pinjam ?”
“Pakai aja..bisa main ?”
“Sedikit-sedikit..lagu standart aja..”
Tanganmu mulai memetik senarnya. Mengalun lagu yang aku suka. Wah..lumayan, pikirku. Suara gitar dan suaramu bisa klop, nggak fals..cukup nyambung. Awalnya aku masih malu-malu tapi kemudian suaraku bisa berpadu, lebur dengan suara dan alunan musikmu.
Wajahmu selalu terbayang dalam setiap angan
Yang tak pernah bisa hilang walau sekejap
Ingin selalu dekat denganmu enggan hati berpisah
Lalala..laaa…( sumpah, pas syair lagu ini aku dan dia bisa lupa)..
Ku sayang padamu..
Kasih janganlah pergi tetaplah kau selalu disini
Jangan biarkan diriku sendiri larut di dalam sepi..2x
Oh..
Kamu tampak larut dalam lagu ini. Sesekali matamu terpejam saat bergitar dan berlagu. Kesimpulan sementaraku : kamu punya kenangan dengan lagu ini. Indah atau sedih, aku tidak tahu. Yang pasti aku juga suka dengan lagu dari Bunga ini. Apalagi almarhum Galang cukup tampan yang menjadi salah satu daya pikatnya.
“Suara kamu bagus “
Aku tercengang. Seolah tak percaya jika kamu memuji suaraku. Sebenarnya, aku pernah mendengar pujian ini dari yang lain, tapi darimu..? Hanya limited edition kurasa..
“Ah..biasa aja..,” ucapku sedikit tersipu.
“Benar kok, aku nggak bohong..suaramu enak didengar..”
“Makasih..,” ucapku lirih.
Sedikit desir aneh bersemayam didadaku..waduh..jangan dulu, tak perlu buru-buru..!
****
“Aku pusing, harus cari ganggang laut untuk tugas praktikum kuliahku, pantai mana ya yang banyak ganggangnya ?”
“Di pantai dekat rumahku ada banyak ganggang, kamu mau aku antar kesana ?”
Aku terdiam. Baru teringat jika kamu berasal dari daerah gunung selatan yang tak jauh dari pantai selatan sana. Aku sedikit menimbang, belum terlalu lama mengenalmu, tapi intuisiku mengatakan kamu adalah tipe laki-laki yang baik, yang tidak suka macam-macam dengan perempuan. Selebihnya, aku mengangguk sebagai jawaban atas ajakanmu.
“Oke, kalau begitu kapan ?”
“Besok minggu..”
Jadilah aku pergi denganmu, berboncengan dengan sepeda motor laki-lakimu diiringi restu ayah dan ibuku. Ya, mereka sudah mengenalmu cukup baik.
Tak dapat kubayangkan aku melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk pertama kalinya denganmu. Jalan yang berkelok-kelok, naik turun dan pemandangan yang indah. Wow..nuansa pegunungan yang aduhai..luar biasa.
“Mampir ke rumahku dulu ya..”
Dikenalkannya aku dengan ayah, ibumu dan adik-adikmu. Di suatu rumah sederhana di pedesaan yang asri. Mereka sangat ramah menyambutku laksana kedatangan tamu agung. Begitu tulus dan bersahabat. Dibawakannya aku makanan begitu rupa sebagai bekal di perjalanan. Kacang, singkong, krupuk, sebagian dari hasil tani dan buah tangan.
Aku kegirangan saat menjumpai begitu banyak jenis ganggang laut yang terhampar di pinggir pantai. Beberapa jenis sudah aku kenal, selebihnya masih banyak yang belum aku ketahui. Kamu tampak sabar ikut memunguti ganggang-ganggang itu dan memasukkannya ke dalam stoples yang aku pinjam dari rumahmu. Bahkan tak kudengar kamu mengaduh saat kakimu yang telanjang tertusuk karang. Luka kecil, tapi ada darah yang keluar.
“Tidak apa-apa..sudah biasa..,” ujarmu.
Lalu kita duduk di atas batu karang, menunggu sunset datang. Ditemani ombak yang bergulung di bawah sana. Baru kusadar kita sedang berada di ketinggian. Kita duduk bersisian.
“Ini pantai favoritku..”
“Bagus..memang indah dan aku juga mengagumi tempat ini “
Di seberang tak jauh dari kita, beberapa pasang remaja saling merapatkan tubuhnya bermanja mesra. Aku dan kamu melihatnya.
“Kamu ingin bermesraan seperti mereka ?”, ujarmu. Lembut membuai.
Aku terdiam. Tak mampu menjawab. Kuhitung detik demi detik, ternyata kamu tidak melakukan apa-apa. Kamu memang laki-laki yang baik dan sopan.
“Kalau aku terjun ke bawah bagaimana ?”
Tiba-tiba kamu sudah berada di ujung karang, merentangkan kedua tanganmu sambil tertawa-tawa. Hanya berberapa senti, kamu bisa terjungkal kebawah. Aku terkejut, tapi berusaha tak acuh menanggapinya. Sesuatu bernama gengsi meracuniku.
“Terjunlah jika kamu mau..”
Begitu kejam kedengarannya tapi aku tidak tahu kenapa terucap juga dari bibirku. Entahlah..
Kamu kembali duduk di sampingku. Hanya diam. Tak ada kata, tak ada ekspresi raga jika ada cinta diantara kita.dingin dan berlalu begitu saja. Hanya tatap matamu teduh kala itu berubah menjadi sendu.
“Aku baru patah hati, ditinggal selingkuh oleh mantanku. Namanya sama denganmu.”
Deg. Aku terpaku. Sebuah kebetulan yang cukup menusuk hatiku.
“Lalu ?”
“Saat ini aku belum berani untuk memulai suatu hubungan baru..”
Aku terdiam. Mulai paham. Mungkin hatimu masih terluka. Didera trauma dan sedikit parno. Apalagi namaku sama dengan mantanmu, yang mungkin punya banyak kesamaan karakter dengannya. Entahlah..
“Kita pulang..”
Berlalulah kita tanpa perlu menunggu sunset lagi.
Lalu sejak itu, kamu pergi tanpa kata. Aku sempat terlunta karena rasa. Ada sesuatu saat kamu tak ada. Aku merindu namun hanya bisa tergugu. Kamu tertelan waktu, tak pernah kembali tanpa sempat mengucap sebuah kata : maaf.
Seperti layaknya muda-mudi jadul, aku mengenalmu lewat seorang teman. Lalu obrolan mulai tercipta ala kadarnya. Berawal dari kikuk kemudian muncul pertanyaan standart yang tak lebih dari sekedar basa-basi belaka.
“Kuliah dimana ?”
“di Universitas Anu..”
“Oo..fakultas apa ?”
“Ilmu Murni..Kamu ?”
“Aku di Akademi X”
“Ngambil apa ?”
“Komputer, TI..”
“Oh..”
Hening. Sibuk dengan pikiran masing-masing, mencoba mencari bahan obrolan yang lain.
“Kenal sama si A ?”
“Angkatan berapa ?”
“Adik angkatan..”
“Ehm..mungkin kalo liat orangnya tahu, tapi kalo namanya nggak hafal..”
“Oh..”
Hening lagi. Bingung menentukan topik pembicaraan selanjutnya. Sebenarnya banyak sekali bahan obrolan yang berkelebat, tapi lidah ini kelu. Nggak tahu kenapa, grogi mungkin..jariku sibuk mengetuk-ngetuk kursi, matamu menerawang kemudian berhenti pada satu titik. Gitar sang kakak. Aha..sang penyelamat situasi.
“Boleh pinjam ?”
“Pakai aja..bisa main ?”
“Sedikit-sedikit..lagu standart aja..”
Tanganmu mulai memetik senarnya. Mengalun lagu yang aku suka. Wah..lumayan, pikirku. Suara gitar dan suaramu bisa klop, nggak fals..cukup nyambung. Awalnya aku masih malu-malu tapi kemudian suaraku bisa berpadu, lebur dengan suara dan alunan musikmu.
Wajahmu selalu terbayang dalam setiap angan
Yang tak pernah bisa hilang walau sekejap
Ingin selalu dekat denganmu enggan hati berpisah
Lalala..laaa…( sumpah, pas syair lagu ini aku dan dia bisa lupa)..
Ku sayang padamu..
Kasih janganlah pergi tetaplah kau selalu disini
Jangan biarkan diriku sendiri larut di dalam sepi..2x
Oh..
Kamu tampak larut dalam lagu ini. Sesekali matamu terpejam saat bergitar dan berlagu. Kesimpulan sementaraku : kamu punya kenangan dengan lagu ini. Indah atau sedih, aku tidak tahu. Yang pasti aku juga suka dengan lagu dari Bunga ini. Apalagi almarhum Galang cukup tampan yang menjadi salah satu daya pikatnya.
“Suara kamu bagus “
Aku tercengang. Seolah tak percaya jika kamu memuji suaraku. Sebenarnya, aku pernah mendengar pujian ini dari yang lain, tapi darimu..? Hanya limited edition kurasa..
“Ah..biasa aja..,” ucapku sedikit tersipu.
“Benar kok, aku nggak bohong..suaramu enak didengar..”
“Makasih..,” ucapku lirih.
Sedikit desir aneh bersemayam didadaku..waduh..jangan dulu, tak perlu buru-buru..!
****
“Aku pusing, harus cari ganggang laut untuk tugas praktikum kuliahku, pantai mana ya yang banyak ganggangnya ?”
“Di pantai dekat rumahku ada banyak ganggang, kamu mau aku antar kesana ?”
Aku terdiam. Baru teringat jika kamu berasal dari daerah gunung selatan yang tak jauh dari pantai selatan sana. Aku sedikit menimbang, belum terlalu lama mengenalmu, tapi intuisiku mengatakan kamu adalah tipe laki-laki yang baik, yang tidak suka macam-macam dengan perempuan. Selebihnya, aku mengangguk sebagai jawaban atas ajakanmu.
“Oke, kalau begitu kapan ?”
“Besok minggu..”
Jadilah aku pergi denganmu, berboncengan dengan sepeda motor laki-lakimu diiringi restu ayah dan ibuku. Ya, mereka sudah mengenalmu cukup baik.
Tak dapat kubayangkan aku melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk pertama kalinya denganmu. Jalan yang berkelok-kelok, naik turun dan pemandangan yang indah. Wow..nuansa pegunungan yang aduhai..luar biasa.
“Mampir ke rumahku dulu ya..”
Dikenalkannya aku dengan ayah, ibumu dan adik-adikmu. Di suatu rumah sederhana di pedesaan yang asri. Mereka sangat ramah menyambutku laksana kedatangan tamu agung. Begitu tulus dan bersahabat. Dibawakannya aku makanan begitu rupa sebagai bekal di perjalanan. Kacang, singkong, krupuk, sebagian dari hasil tani dan buah tangan.
Aku kegirangan saat menjumpai begitu banyak jenis ganggang laut yang terhampar di pinggir pantai. Beberapa jenis sudah aku kenal, selebihnya masih banyak yang belum aku ketahui. Kamu tampak sabar ikut memunguti ganggang-ganggang itu dan memasukkannya ke dalam stoples yang aku pinjam dari rumahmu. Bahkan tak kudengar kamu mengaduh saat kakimu yang telanjang tertusuk karang. Luka kecil, tapi ada darah yang keluar.
“Tidak apa-apa..sudah biasa..,” ujarmu.
Lalu kita duduk di atas batu karang, menunggu sunset datang. Ditemani ombak yang bergulung di bawah sana. Baru kusadar kita sedang berada di ketinggian. Kita duduk bersisian.
“Ini pantai favoritku..”
“Bagus..memang indah dan aku juga mengagumi tempat ini “
Di seberang tak jauh dari kita, beberapa pasang remaja saling merapatkan tubuhnya bermanja mesra. Aku dan kamu melihatnya.
“Kamu ingin bermesraan seperti mereka ?”, ujarmu. Lembut membuai.
Aku terdiam. Tak mampu menjawab. Kuhitung detik demi detik, ternyata kamu tidak melakukan apa-apa. Kamu memang laki-laki yang baik dan sopan.
“Kalau aku terjun ke bawah bagaimana ?”
Tiba-tiba kamu sudah berada di ujung karang, merentangkan kedua tanganmu sambil tertawa-tawa. Hanya berberapa senti, kamu bisa terjungkal kebawah. Aku terkejut, tapi berusaha tak acuh menanggapinya. Sesuatu bernama gengsi meracuniku.
“Terjunlah jika kamu mau..”
Begitu kejam kedengarannya tapi aku tidak tahu kenapa terucap juga dari bibirku. Entahlah..
Kamu kembali duduk di sampingku. Hanya diam. Tak ada kata, tak ada ekspresi raga jika ada cinta diantara kita.dingin dan berlalu begitu saja. Hanya tatap matamu teduh kala itu berubah menjadi sendu.
“Aku baru patah hati, ditinggal selingkuh oleh mantanku. Namanya sama denganmu.”
Deg. Aku terpaku. Sebuah kebetulan yang cukup menusuk hatiku.
“Lalu ?”
“Saat ini aku belum berani untuk memulai suatu hubungan baru..”
Aku terdiam. Mulai paham. Mungkin hatimu masih terluka. Didera trauma dan sedikit parno. Apalagi namaku sama dengan mantanmu, yang mungkin punya banyak kesamaan karakter dengannya. Entahlah..
“Kita pulang..”
Berlalulah kita tanpa perlu menunggu sunset lagi.
Lalu sejak itu, kamu pergi tanpa kata. Aku sempat terlunta karena rasa. Ada sesuatu saat kamu tak ada. Aku merindu namun hanya bisa tergugu. Kamu tertelan waktu, tak pernah kembali tanpa sempat mengucap sebuah kata : maaf.