Tuesday, July 26, 2016

Biarkan Hati Nurani Yang Bicara



Sometimes, kita merasa ada sesuatu yang nggak beres ketika kita menghadapi permasalahan hidup. Ketika hal itu bertentangan dengan hati nurani, apa yang akan kita lakukan ?


Sudahkah kita melakukan segala  sesuatu  sesuai dengan hati nurani ? Well, hanya diri kita sendiri yang bisa menjawab.

Suatu waktu, saya pernah mengambil suatu keputusan yang saya anggap benar. Namun, tak lama kemudian saya merasa menyesal karena ternyata keputusan itu tidak sesuai dengan hati nurani saya. Waduh,  bagaimana itu, benar tapi tidak sesuai dengan hati nurani ? Kok bisa ? Bisa tuh..

Lalu perasaan saya tidak tenang. Mau tidur susah, mau makan juga tidak jenak. Pikiran tentang sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani itu menghantui. Lalu daripada saya tidak tenang dalam jangka waktu yang tak tentu, maka saya tinjau ulang keputusan yang saya ambil. Lalu saya mengikuti hati nurani saya. Setelah itu baru hidup saya tenang.

See ? Hati nurani yang masih tajam bisa menjadi pengendali hidup saya. Tanpa harus ada polisi yang memata-matai. Tanpa ada orang lain yang senantiasa menceramahi. Kendali itu sepenuhnya ada dalam diri kita sendiri. Tergantung pada diri kita mau mendengarkan hati nurani atau tidak.

Contoh konkritnya nih begini. Pas ke warung beli sesuatu, ibu warung salah hitung. Jumlah seharusnya 20 ribu, sama ibu warung cuma dihitung 15 ribu. Sebenarnya kita sudah tahu ibu itu salah hitung, tapi diam saja. Macam-macam argumen dalam hati kita.

"Ah, salah sendiri, kok salah hitung.."

"Lumayan, dapat untung lima ribu "

"Bukan kita yang salah kok, ibu itu yang salah hitung "

"Ya nanti kalau ibu itu tahu kalau salah hitung baru yang lima ribu dikembalikan"

Jarang kan, kita punya pemikiran :

"Ah, kasihan ibu itu salah hitung, nanti tekor aku kembaliin saja uangnya"

Nggak usah jauh-jauh nunjuk siapa yang pernah begitu. Saya ngaku deh. Pernah seperti itu. Saya diam saja, tidak meralat ibu itu saat salah hitung. Namun sampai rumah saya kepikiran. Mau ngapain aja tidak tenang. Takut karma. Takut nanti saya kehilangan uang lebih banyak. Takut dosa. Takut uangnya nggak jadi daging. Akhirnya, saya kembali ke warung dan bicara jujur kepada ibu warung kalau tadi ibu itu salah hitung. Saya baru ingat saat sampai di rumah menghitung kembalian. Agak dramatis sedikit. Supaya kesannya nggak salah banget. Padahal sebenarnya lagi ada perang batin dengan hati nurani dan sedang mengumpulkan keberanian untuk konfirmasi ulang. Ya nggak..ya nggak..hehe..

Hati nurani, jika selalu diasah, tentu akan selalu tajam dan menjadi self reminder saat kita berbuat sesuatu yang keluar dari rambu-rambu. Namun, jika kita ndableg, cuek bebek, dan membiarkan hati nurani menjadi tumpul, ya sudah..hati nurani pun menjadi tumpul. Misalnya nih, kita pertama kali berbohong. Saat orang yang kita bohongi tidak tahu kalau kita berbohong, biasanya akan ada bohong lanjutan yang kita lakukan. Yang awalnya deg-degan saat berbohong takut ketahuan, lama-lama jadi biasa dan berbohong menjadi sesuatu hal yang tidak takut untuk dilakukan. Saat level bohong kita sudah cukup mengkhawatirkan, hati nurani yang sudah tumpul tak mampu berbuat apa-apa. Yang bisa menyetop kebiasaan ini hanya diri kita sendiri. Dan itu jelas tidak gampang tanpa usaha dan niat yang sungguh-sungguh.

Nah, kira-kira hati nurani kita masuk golongan tajam, tumpul atau sedang-sedang saja nih..? Yuk, kita periksa batin masing-masing ! :D

6 comments:

  1. wah jadi intropeksi diri ya, kadang ada yang peka dan yang tumpul, nah yang tumpul inilah akhirnya menjadi orang yang tegelan ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, mba Tira..cause tidak punya kendali diri jadi tegaan.. :(

      Delete
  2. iya bener jadi intropeksi diri. cuma kadang ada aja orang yang udah ngerasa ga tega, karena malu akan sesuatu jadi di bodoamatin deh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas Rizki, kadang orang, termasuk kita sendiri mencari yang aman ya..jadi cenderung cuek dan apatis.. :(

      Delete
  3. Biasanya karena pengaruh emosi. Makanya saya selalu mencoba untuk intropeksi diri dan berusaha untuk tidak emosi plus marah biar dalam mengambil keputusan tidak salah-salah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, bener mas Timur..mengelola emosi itu yang susah. Saat marah lebih baik jangan mengambil keputusan.. :)

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...