Thursday, January 27, 2011

Gayus yang Jayus

Beberapa hari ini saya dibuat geli dengan maraknya berita tentang Gayus di televisi. Mendadak Gayus menjadi begitu terkenal, menjadi buah bibir dimana-mana. Seorang Gayus gitu loh, karyawan golongan 3A yang membuat banyak pihak hingga pemimpin tertinggi di negeri ini kebakaran jenggot. Apa begitu sulitnya, sampai ulah seorang Gayus tidak bisa ditangani dengan cepat dan membutuhkan waktu berbulan-bulan, nggak kelar-kelar.

Terlepas dari masalah Gayus yang begitu pelik, saya hanya ingin membahas peluang bisnis yang bisa diciptakan terkait dengan Gayus ini. Banyak media di televisi ataupun cetak memberitakan, omset penjualan wig atau rambut palsu dan kacamata dengan model persis yang dikenakan Gayus saat melihat pertandingan tenis di Bali menjadi berlipat ganda.

Belum lagi para pengamen yang menyanyikan lagu tentang Gayus yang diciptakan oleh Bona mendapat kenaikan penghasilan sampai seratus persen lebih dari biasanya. Yang biasanya mendapat penghasilan 50 ribu sehari, karena menyanyikan lagu tentang Gayus menjadi naik hingga 150 ribu per hari. Wow..fantastis ya..Tak ketinggalan, sang pencipta lagu Gayus, Bona mendadak terkenal dan banyak dicari karena lagunya yang memang cukup memikat. Luar biasa..

Saya jadi berpikir, peluang bisnis apalagi ya, yang bisa diciptakan terkait dengan Gayus ini. Secara tidak langsung, Gayus telah menolong banyak orang dengan bagi-bagi rejeki, menciptakan lapangan pekerjaan baru. Gayus tiba-tiba menjadi trendsetter karena banyak orang yang tak malu-malu lagi meniru gaya penyamarannya dengan wig dan kacamatanya yang khas, yang mirip-mirip dengan karakter gaya sang penyanyi terkenal Afgan. Lucu sekali..huahaha..

Gayus Tambunan menjadi fenomenal layaknya Justin Bieber, Santi & Jojo dan Upin & Ipin yang menjadikan demam di masyarakat negeri ini. Ada apa sebenarnya ? Siapa yang salah dalam hal ini ? Gayus menjadi lambang kekinian, gaya hidup, dan pokok bahasan ter-up to date.

Saya curiga, tak lama lagi akan muncul kaos, mug ataupun stiker-stiker bergambar Gayus yang laku di pasaran. Atau malah sudah ada ? Kok saya belum dapat ? Hehe..

Lha ini..saya malah nemu gambar Gayus alih profesi jadi tukang tambal ban. Aya-aya wae..



Gambar diambil dari sini



Wednesday, January 26, 2011

Tragedi Cabe


Gambar dipinjam dari sini

Ikem terduduk lemas di depan tukang sayur. Uang sepuluh ribu dari majikannya hanya bisa untuk membeli beberapa biji cabe, dua ikat kangkung dan sekotak tempe. Terbayang di benaknya, omelan apa yang akan didapat dari majikannya nanti. Harga cabe yang meroket, sayur mayur yang ikut-ikutan mahal ditambah lauk pauk dan bumbu-bumbu yang tak mau kompromi membuat Ikem semakin pusing membelanjakan uang dari majikannya.

Padahal, majikannya ini paling suka sambal dan maunya makan enak. Apa jadinya jika lauknya hanya tempe saja. Lha wong untuk bikin sambal saja, cabenya sudah lima ribu sendiri itupun dihitung jumlah per bijinya. Satu ikat kangkung harganya seribu lima ratus, perlu dua ikat sudah tiga ribu. Sisa dua ribu hanya cukup untuk beli sekotak tempe. Pas sepuluh ribu.

Sebelum harga cabe gila-gilaan, sepuluh ribu bisa buat beli lauk daging ayam seperempat kg, cabe, sayuran dan bumbu. Katakanlah daging ayam enam ribu, kangkung masih seribu seikat dan cabe seribu masih bisa buat sambal yang lumayan pedas, plus masih bisa beli bumbu-bumbu. Sekarang, boro-boro beli daging ayam, lha wong harga cabenya lebih mahal dari daging ayamnya kok. Apalagi kalau bumbunya habis, sepuluh ribu tak akan pernah cukup.

“Ikeeemmmmmm....”

Nah, kan..alamat kena semprot nih..Ikem sudah menyiapkan jawaban jika majikannya tanya macam-macam.

“Lihat, kamu masak apa..sepuluh ribu cuma masak sayur kangkung sama tempe. Sambalnya nggak pedes lagi..kamu korupsi uang belanja ya..”

Ikem mengelus dada. Komentar majikan lebih pedes dari sambal buatannya, dia percaya.

“Nyah..harga cabe sekarang seratus ribu sekilonya, saya beli lima ribu cuma dapat beberapa biji. Harga kangkung seiket seribu lima ratus saya beli dua iket, sisanya dua ribu cuma cukup buat beli tempe..”

“Apa ? Masak harga cabe sekilo lebih mahal dari harga daging sekilo ? Jangan ngarang kamu..”

“Yah..apa nyonyah nggak pernah liat berita di TV..dari kemarin harga cabe naik terus mulai dari 36 ribu, trus 60 ribu sampe sekarang 100 ribu lebih sekilonya..”

“O..jadi sekarang kamu pinter jawab ya..siapa suruh kamu nonton TV kalo saya lagi kerja ? Bukannya beres-beres..pantes tagihan listrik jadi naiiikkkk...!!!”

Ikem tertunduk. Selalu salah dan serba salah. Dasar majikan cerewet dan pelit, dalam hatinya memaki.

“Bener nyah..sekarang harga sayuran, bumbu-bumbu dan lauk pauk juga ikut naik..mestinya anggaran belanjanya juga ikut dinaikkan..”

“Nggak usah ngatur, mulai besok aku belanja sendiri. Kamu tinggal masak, paham ?”

Ikem mengangguk. Silakan saja, biar tahu harga-harga sekalian. Emang enak ngatur duit..dalam hati Ikem membatin.

Besok paginya, tersedia seikat bayam, ayam ¼ kg dan bumbu dapur tanpa cabe. Ikem bertanya-tanya dalam hati, tidak bikin sambal ? Bukankah majikannya selalu suka dengan sambal ?

“Ikem..kamu siapkan kaleng-kaleng bekas kue, tanam biji ini di kaleng pakai tanah di kebun. Trus nanti sore, kamu bikin sambal jahe. Aku masih bisa makan sambal tanpa cabe untuk sementara, tapi aku nggak bisa makan tanpa daging ayam. Ngerti ?”

Ikem mengangguk-angguk. Dirinya mulai mengerti, anggaran belanja tidak akan dinaikkan. Sementara dia punya tugas baru menanam tanaman cabe, menyiramnya dan memanennya untuk majikannya yang gembrot itu beberapa bulan ke depan nanti.

“Nyah..kalau sambal jahe bumbunya apa ya ?”

“Sama saja seperti bikin sambal biasanya, cuma cabenya diganti jahe..ngerti ?”

“Ngerti nyah..”

Keesokan harinya, Ikem melihat berita di televisi kalau harga cabe mulai turun. Ikem sedikit sumringah, terbayang di benaknya jika harga cabe mulai murah, tak perlu repot-repot menanam cabe yang gampang-gampang susah karena cuaca ekstrim. Baru saja Ikem mendapat laporan dari tetangganya yang menanam 10 pot tanaman cabe, mati semua terserang hama ditambah hujan yang terus menerus disertai angin kencang. Oalah..apa memang sesulit itu menanam cabe di jaman sekarang. Padahal pupuk yang diberikan juga tidak sedikit.

Didorong oleh rasa ingin tahunya yang besar, suatu hari, Ikem ingin konfirmasi soal harga cabe yang mulai turun di tukang sayur.

“Di TV harga cabe sudah turun ya pak..”

“Kalau begitu, beli cabe di TV saja..”

Ikem ternganga mendengar jawaban tukang sayur. Apa lacur, harga cabe di tukang sayur masih sama seperti kemarin-kemarin. Masih mahal, lima ribu cuma dapat beberapa biji cabe. Tiba-tiba Ikem merasa pusing, bingung menentukan mana yang benar. Berita di TV yang asal atau tukang sayur yang nggak mau nurunin harga, atau memang harga cabe yang turun itu cuma hoax belaka. Argh...salam hu hah..

_______****_______

Friday, January 07, 2011

Gengsi Dong, Ah...!!!


Gambar dipinjam dari sini

Oke, perkenalkan aku adalah seorang trendsetter, borjuis dan selalu tampil ngejreng. Ini soal pilihan hidup. Lihat apa yang kutenteng..gadget terbaru cing..baju merk mahal, parfum import. Wah deh pokoknya..semua yang melihatku berjalan pasti berdecak kagum. Mirip-mirip etalase berjalan gitu loh..Trus lihat mobilku..keluaran terbaru kan..? Aku suka ganti-ganti mobil dengan yang terbaru. Padahal aku bukan makelar mobil lho..

Bayangkan..berapa rupiah yang harus kukeluarkan untuk gaya hidup seperti itu. Wah..sudah tak terhitung pokoknya. Rupanya, gaya hidup mewah sudah mendarah daging dalam hidupku. Aku tidak ingin kelihatan miskin, jadi apapun akan kuperjuangkan supaya aku dianggap mampu dan berada.

Padahal sebenarnya..

Demi candu bernama Blackberry, aku rela puasa dan menabung sampai uangku cukup untuk membeli.

Demi mobil keluaran terbaru, aku rela gajiku dipotong untuk bayar cicilan yang tidak sedikit..

Hari demi hariku diisi dengan bagaimana cara mendapatkan uang tambahan untuk bayar cicilan ini itu. Lha kadang, aku suka lupa daratan saat belanja, main gesek kartu kredit yang ada lima itu. Di akhir bulan aku pusing bayar tagihan yang membengkak. Gali lubang tutup lubang jadi slogan hidupku.

Atas nama prestise, aku rela melakukan apa saja. Semuanya demi uang, uang dan uang. Aku rela bekerja overtime, tak ada waktu untuk orang lain, selalu kejar target untuk bisa memenuhi semua kebutuhan mahalku. Aku ingin orang menganggapku sukses, up to date, gaul dan gaya. Tak peduli walau aku harus bekerja sangat keras untuk itu bahkan saat kepepet aku terpaksa menjual diriku. Wow..

Aku bisa merasakan saat-saat punya uang banyak dan saat-saat tidak punya uang sama sekali. Makan sekali sehari juga sudah pernah kurasakan. Saat ditanya teman-temanku kenapa tidak makan siang, diet ketat menjadi alasan paling topcer untuk menjawab pertanyaan itu. Aku rela menahan lapar demi gaya. Toh, body-ku memang yahud kok..

Banyak waktu dan pikiran yang aku korbankan, tapi aku merasakan kepuasan yang tidak terkira saat pandangan kagum dari banyak mata atas penampilanku yang prima. Sekedar bungkus luar, tapi itu sangat penting bagiku. Penampilan menjadi kebutuhan primer bagiku. Apalagi hidup di kota besar begini, malu dong sama yang lebih canggih. Harga diri serasa diinjak-injak jika ada yang lebih dariku.

Tapi terus terang, semua kemewahan ini kudapat dari kucuran keringatku sendiri lho..bukan dari uang rakyat yang aku korupsi. Aku bekerja sendiri, bahkan menjual diriku sendiri bukan menjual diri orang lain. Aku sadar melakukannya dan murni karena tuntutan hidup yang keras. Sebenarnya, aku capek dengan gaya hidup seperti ini, tapi selama aku tetap tinggal di kota besar, aku konsisten dengan pola hidupku. Pusing, minum obat tidur sudah menjadi menu utamaku. Lha kadang, impian dan kenyataan tidak pernah sama. Karena itu aku ingin membuatnya sama, sinkron dan seimbang.

Surga ? Ya..aku pernah mendengarnya. Ada dimana surga itu ? Bukankah surga dunia sudah membuatku menikmatinya selama ini. Tuhan ? Ya..aku percaya Dia ada. Tapi aku tidak pernah berkomunikasi dengannya. Agama hanya jadi pelengkap dataku di KTP. Aku lebih senang tidak beragama sebenarnya. Ribet..masing-masing merasa agamanya paling hebat. Padahal jaman dulu sebelum ada agama, kehidupan berjalan normal-normal saja.

Hm..aku merasa percaya diriku tumbuh saat lengkap dengan segala gadget terbaru. Aku merasa dihargai saat orang memandang apa yang aku punya. Aku merasa sejajar dengan kelas atas. Sebenarnya, aku hanya ingin mendapatkan pengakuan atas keberadaanku. Aku berusaha mengikuti pola pikir kebanyakan orang yang lebih mementingkan bungkus luar daripada isi. Yang menjadi kaum konsumtif daripada menjadi produsen. Yang menjadi korban mode, menganggap teknologi sebagai berhala yang indah. Duniawi, materi dan hedonisme.

Aku seperti memakai topeng dan tidak percaya diri menjadi diriku yang apa adanya. Aku selalu ingin kelihatan lebih. Aku sering mengabaikan pemikiranku sendiri dan cenderung mengikuti pikiran kebanyakan orang. Aku tidak punya pendirian yang teguh. Aku mencari kamuflase untuk menutupi kerapuhanku. Aku sadar, sebenarnya aku sedang menyiksa diriku sendiri. Aku memaksakan sesuatu yang sebenarnya tidak mampu aku jangkau. Aku merasa jiwaku gersang, kering kerontang. Dan aku selalu merasa jauh dari rasa bahagia. Aku selalu merasa kurang dan tidak pernah mensyukuri keadaan.

Aku merasa gamang akan kehidupanku. Aku tidak punya tujuan yang jelas. Hidupku hanya hari ini dan kemarin. Soal besok, pikir nanti. Yang penting aku sekarang senang, besok peduli amat. Bagaimana masa depanku aku tidak pernah tahu. Aku selalu percaya pada keberuntungan, kebetulan dan keajaiban. Ya, kadang karena sedang untung, aku dapat undian berhadiah. Saat sial, aku ditagih para penagih hutang. Hidupku tidak tertata. Aku butuh seseorang yang bisa menolongku dari candu duniawi ini. Dari belenggu bernama gengsi itu. Sebelum aku terjerat terlalu jauh..tolong aku..!!!
  • Catatan ini hanya fiktif belaka

  • Jika ada kesamaan kisah, hanya kebetulan

  • Hanya sekedar kritik sosial
  • Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...